Wanaloka.com – Berdasarkan hasil meta-analisis terhadap 23 studi ilmiah (2 studi kohort retrospektif dan 21 studi kasus-kontrol), paparan asap minyak goreng, terutama saat menumis tanpa alat penghisap asap (ekstraktor), ternyata secara signifikan meningkatkan risiko kanker paru pada perempuan. Baik perempuan yang mempunyai riwayat merokok maupun tidak.
Dalam 23 studi tersebut, berbagai jenis minyak goreng juga ditelaah. Hasilnya, peningkatan risiko kanker paru dilaporkan pada penggunaan minyak lobak dibandingkan dengan minyak biji rami, serta minyak lemak babi dibandingkan dengan minyak sayur.
Studi epidemiologis di beberapa negara Asia, seperti Tiongkok, Taiwan, dan Singapura, juga menunjukkan hasil yang konsisten. Bahwa paparan asap minyak goreng—terutama tanpa ada ventilasi atau alat penghisap asap—berkaitan erat dengan meningkatnya risiko kanker paru.
Baca juga: Demi Green Card UNESCO, Promosi Wisata dari Humbang Hasundutan hingga Toba
Pakar Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi Fakultas Kedokteran IPB University, Desdiani menguraikan mekanisme kerusakan sel yang ditimbulkan asap tersebut. Bahwa salah satu senyawa mutagenik utama dalam asap minyak goreng, yakni trans trans-2,4-decadienal (tt-2,4-DDE), telah terbukti mengurangi tingkat kelangsungan hidup sel eritroleukemia manusia. Juga menyebabkan kerusakan oksidatif yang signifikan pada DNA kromosom.
Selain itu, senyawa hidrokarbon aromatik polisiklik (PAH) yang terbentuk saat minyak goreng dipanaskan pada suhu tinggi juga diidentifikasi sebagai faktor karsinogenik utama. Risiko ini dinilai sangat relevan di kawasan Asia, mengingat banyak perempuan yang masih aktif memasak di rumah tanpa perlindungan memadai terhadap asap.
“Hidrokarbon aromatik polisiklik (PAH) yang berasal dari minyak goreng yang dipanaskan pada suhu tinggi bisa menjadi faktor penyebab Lung Cancer in Never Smokers (LCINS), khususnya di kalangan perempuan Asia,” lanjut Desdiani.
Baca juga: Haenyeo, Perempuan Penyelam dengan Denyut Jantung Lebih Lambat dan Tekanan Darah Lebih Rendah
Untuk pencegahan, ia menekankan pentingnya mitigasi terhadap paparan asap.
“Penggunaan ekstraktor asap saat memasak merupakan langkah kritis,” ujar dia.
Selain itu, ia juga menganjurkan penggunaan metode memasak alternatif, selain menumis guna mengurangi paparan senyawa karsinogenik dari minyak yang dipanaskan.
Untuk mengurangi risiko kanker paru yang tidak disadari banyak orang, Desdiani mengingatkan pentingnya edukasi dan perubahan kebiasaan memasak, khususnya di lingkungan rumah tangga.
Baca juga: Seruan Koalisi Warga Flores-Lembata: Hentikan Proyek Panas Bumi di NTT yang Melukai Kami
Kasus kanker paru non-perokok meningkat
Penelitian lain menyebutkan, sekitar 15–25 persen kasus kanker paru-paru terjadi pada individu yang tidak pernah merokok. Artinya, kanker paru-paru tak lagi identik dengan perokok aktif. Kasus kanker paru pada kelompok non-perokok (Lung Cancer in Never Smokers/LCINS) terus meningkat, terutama di kalangan perempuan dan anak muda.
Paparan asap rokok orang lain (Second Hand Smoke/SHS) dan residu rokok (Third Hand Smoke/THS) disebut sebagai penyebab utama, selain polusi udara.
“Risiko kanker paru lebih tinggi bila terpapar sejak masa kanak-kanak dibandingkan saat dewasa,” jelas Desdiani.
Discussion about this post