Baca juga: Desain Kapal Pembersih Sampah di Sungai Perkotaan
Ia menekankan, paparan SHS dari pasangan atau lingkungan kerja berdampak besar terhadap perempuan non-perokok. Sejumlah studi dari Asia, Eropa, dan Amerika Utara mengungkap hubungan signifikan antara SHS dan kanker paru. Paparan ini juga berkaitan dengan mutasi Epidermal Growth Factor Receptor (EGFR) yang umum ditemukan pada pasien kanker paru non-perokok.
Residu rokok tahan bertahun-tahun
THS tak kalah berbahaya. Residu rokok yang menempel pada permukaan, seperti pakaian, dinding, atau lantai, dapat bertahan berminggu-minggu hingga bertahun-tahun. Anak-anak menjadi kelompok paling rentan.
“Anak-anak paling berisiko karena terpapar dari permukaan rumah, seperti lantai, pakaian, dan benda lain. Residu ini bisa menyebabkan kerusakan DNA,” tegas dia.
Baca juga: Banjir Musim Kemarau, Greenpeace Serukan Penghentian Ekspansi Energi Fosil
Solusi utamanya adalah berhenti merokok dan memastikan rumah bebas asap.
“Jangan pernah merokok di dalam rumah. Meskipun baunya hilang, residunya masih ada,” imbau dia.
Selain itu, polusi udara—terutama partikel halus PM2.5—juga berperan dalam peningkatan risiko kanker paru. Kandungan Polycyclic Aromatic Hydrocarbons (PAH), seperti benzopyrene dalam PM2.5, merupakan karsinogen yang telah diklasifikasikan sebagai Grup 1 oleh Badan Internasional untuk Penelitian Kanker (IARC).
Sayangnya, kanker paru pada non-perokok sering terlambat terdeteksi karena gejala muncul saat stadium lanjut.
“Jika ada tumor 1 cm di paru, kita tidak akan menyadarinya karena belum menekan saluran napas,” kata Desdiani.
Baca juga: Kusta Bukan Penyakit Kutukan, Kusta Bisa Disembuhkan
Gejala seperti batuk kering terus-menerus, nyeri dada, dan sesak napas baru muncul saat tumor membesar atau menyebar.
Untuk mendeteksi secara dini, ia mengimbau masyarakat melakukan skrining mandiri melalui aplikasi SATUSEHAT Mobile (dari Kementerian Kesehatan) guna menilai faktor risiko. Langkah pencegahan yang dapat dilakukan antara lain, pertama, menghindari SHS dan THS dengan menciptakan lingkungan bebas asap rokok.
Kedua, mengurangi paparan polusi udara di dalam dan luar ruangan, misalnya dengan memasak menggunakan ventilasi yang baik. Ketiga, mendorong pemerintah memperkuat regulasi pengendalian tembakau dan polusi berbasis bukti ilmiah.
Desdiani kembali menegaskan, pemahaman terhadap bahaya SHS, THS, dan polusi udara sangat penting, terutama bagi perokok maupun perempuan dan anak muda non-perokok, sebagai langkah pencegahan dan deteksi dini kanker paru. [WLC02]
Sumber: IPB University
Discussion about this post