Wanaloka.com – Rancangan Undang-Undang (RUU) Masyarakat Adat atau RUU Masyarakat Hukum Adat diusulkan pertama kali lebih 20 tahun lalu. RUU ini dibuat untuk memberikan pengakuan dan perlindungan hukum bagi hak-hak masyarakat adat atas tanah, budaya, serta sistem sosial yang mereka miliki secara turun-temurun. Namun hingga kini belum juga disahkan, meskipun beberapa kali masuk dalam daftar prioritas legislasi.
Kondisi itulah mendesak Lembaga Eksekutif Mahasiswa Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta di Gedung Nusantara II DPR RI, Senayan, Jakarta, Senin, 21 Juli 2025. Mereka menyampaikan isu-isu ketidakadilan terhadap masyarakat adat yang terjadi hampir di seluruh wilayah Indonesia.
Wakil Ketua Komisi XIII DPR RI, Sugiat Santoso menyambut baik dukungan mahasiswa UII terhadap advokasi penguatan masyarakat adat yang belum mendapat kepastian hukum.
Baca juga: Fondasi Gedung Pusat Komando Peringatan Dini Multi Bahaya Sedalam 30 Meter
“Berdasarkan data yang kami dapat, konflik agraria yang berkaitan dengan hak-hak masyarakat adat di Indonesia itu tinggi. Sampai sekarang kan masyarakat adat itu selalu dikalahkan,” ujar Sugiat.
Menurut dia, kehadiran mahasiswa menjadi energi baru untuk mempercepat pembahasan RUU tersebut yang kini telah masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) DPR periode berjalan. Ia menjanjikan untuk mempercepat pembahasan dan pengesahan RUU tersebut.
“Kami berharap, dengan kehadiran kawan-kawan mahasiswa ini, bisa mempercepat penyelesaian RUU yang sudah 20 tahun tidak tuntas-tuntas. Tapi yang paling penting bagaimana penguatan masyarakat adat itu terjadi di lapangan,” tegas Politisi Fraksi Partai Gerindra ini.
Baca juga: Karhutla di Riau, 29 Orang Tersangka dan Luas Lahan Terdampak Capai 1.000 Hektare
Sugiat juga menekankan pentingnya pengawalan pelaksanaan undang-undang di lapangan. Ia mendorong mahasiswa untuk turut terlibat aktif saat terjadi konflik antara masyarakat adat dengan korporasi maupun aparat negara.
“Komisi XIII berkomitmen untuk membela, mengawal, membantu setiap masyarakat adat yang tertindas. Silakan dilaporkan kepada kami jika ada pelanggaran. DPR terbuka untuk menerima aspirasi dan akan mencari solusinya bersama,” imbuh dia.
Inklusivitas penyusunan RUU Masyarakat Adat
Wakil Ketua Komisi XIII DPR, Dewi Asmara juga menilai kehadiran mahasiswa dengan bekal empati dan pemikiran berbasis keilmuan menjadi nilai tambah dalam penyusunan kebijakan yang inklusif dan berkeadilan. Komisi XIII tengah mendorong harmonisasi nilai-nilai kearifan lokal masyarakat adat dengan kebijakan pemerintah daerah.
Baca juga: Karhutla Juga Terpantau di Sumatra Utara, Sumatra Barat dan Kalimantan Selatan
“Upaya harmonisasi ini penting untuk memastikan proses legislasi yang sedang berjalan ini tidak hanya bersifat nasional. Namun juga relevan dengan kebutuhan daerah-daerah yang memiliki komunitas masyarakat adat,” jelas dia.
Discussion about this post