Mulai dari bau menyengat, serbuan lalat, hingga gangguan estetika, terutama karena lokasi penjualan hewan kurban umumnya berada di area perkotaan yang padat.
Baca juga: Buku Liputan Investigasi 14 Jurnalis Soal Proyek PSN Tiga Daerah Diluncurkan
Limbah ternak saat kurban dapat dikelompokkan dalam dua kategori, yaitu limbah di lokasi penjual dan limbah di lokasi penyembelihan. Limbah di lokasi penjual dapat berupa kotoran (feses) dan sisa pakan hijauan. Penumpukan ternak dalam jumlah besar selama kurang lebih 20 hari menjelang Iduladha menyebabkan akumulasi limbah dalam jumlah signifikan.
Sebagai contoh, jika terdapat 50 ekor sapi dengan produksi kotoran rata-rata 20 kg per ekor per hari, maka dalam 20 hari akan terkumpul limbah sebanyak 20 ton.
Sementara di lokasi penyembelihan, jenis limbah yang dihasilkan berbeda, yaitu berupa darah, isi rumen, dan saluran pencernaan. Limbah jenis ini memiliki risiko kontaminasi lebih tinggi dan memerlukan penanganan khusus, terlebih di lokasi yang sempit dan tersebar di berbagai titik kota.
Baca juga: Kartu Kuning Sejak 2023, Keanggotaan Kaldera Toba dalam UNESCO Global Geopark Terancam Dicabut
Salundik menyarankan agar limbah berupa feses dan sisa pakan dapat dikonversi menjadi produk yang lebih bermanfaat, seperti pupuk organik kompos atau vermikompos.
“Ini adalah solusi paling mudah diterapkan dan memberikan nilai tambah,” kata dia.
Sementara tantangan terbesar dalam implementasi pengolahan limbah di lokasi penyembelihan adalah ketidakpastian jumlah ternak, lokasi yang tersebar, serta keterbatasan lahan. [WLC02]
Sumber: Kementerian Lingkungan Hidup, IPB University
Discussion about this post