Versi kedua adalah menggunakan memory card (kartu memori). Sebab belum semua daerah di Indonesia, seperti daerah pelosok telah terhubung jaringan internet yang stabil. Dengan menggunakan kartu memori, pengguna yang kesulitan akses internet dapat menyimpan datanya terlebih dahulu di dalam kartu. Baru kemudian bisa dikirimkan ke cloud system ketika sudah mendapatkan akses internet.
Selain bersifat nirkabel serta berbasis AI dan IoT, perbedaan lain dengan alat EKG yang biasa tersedia di rumah sakit adalah alat ini berukuran kecil dan dapat disimpan di dalam saku. Informasi yang disajikan juga berupa angka yang diharapkan mudah dibaca oleh masyarakat umum.
Arjon berharap, alat ini dapat memenuhi kebutuhan masyarakat Indonesia, terutama menjadi fasilitas kesehatan yang bisa menjembatani keterbatasan jumlah dokter spesialis jantung di daerah.
Baca Juga: Temuan Tim Badan Geologi: Patahan Aktif Cipeles Penyebab Gempa Sumedang
“Minimal bisa memberi petunjuk awal. Apakah ini perlu dirujuk atau memang ini bisa ditangani di lokasi atau di daerah tersebut,” imbuh Arjon.
Alat ini pun diyakini bisa dimiliki personal dengan harga kisaran di bawah Rp4 juta. Menurut Arjon, dengan harga alat yang tidak semahal alat EKG umumnya disertai penggunaan yang mudah, ia optimistis proses monitoring kesehatan jantung untuk masyarakat Indonesia dapat dilakukan lebih mudah dan meminimalisir angka kematian akibat penyakit jantung.
Rencana ke depan, alat ini akan terus dikembangkan dengan fitur yang lebih lengkap dan disesuaikan dengan kebutuhan industri atau pasar. Arjon juga berharap alat ini dapat diproduksi secara massal. [WLC02]
Sumber: Unpad
Discussion about this post