Senin, 29 Desember 2025
wanaloka.com
  • Home
  • Indepth
  • Lingkungan
  • Sosok
  • News
  • Foto
  • Bencana
  • Traveling
  • IPTEK
  • Rehat
  • Video
No Result
View All Result
  • Home
  • Indepth
  • Lingkungan
  • Sosok
  • News
  • Foto
  • Bencana
  • Traveling
  • IPTEK
  • Rehat
  • Video
No Result
View All Result
wanaloka.com
No Result
View All Result
  • Home
  • Indepth
  • Lingkungan
  • Sosok
  • News
  • Foto
  • Bencana
  • Traveling
  • IPTEK
  • Rehat
  • Video

Antisipasi Cuaca Ekstrem, Petani Butuh Prediksi Detail Cuaca Masa Depan hingga Level Lahan

Senin, 14 Juli 2025
A A
Pelaksanaan SLI Tematik di Subak, Kabupaten Badung, Bali. Foto bmkg.go.id.

Pelaksanaan SLI Tematik di Subak, Kabupaten Badung, Bali. Foto bmkg.go.id.

Share on FacebookShare on Twitter

Wanaloka.com – Pada 2024, sektor pertanian Indonesia sempat mengalami surplus stok beras yang melimpah. Beberapa pihak  menyebut sebagai kebangkitan sektor pertanian Indonesia. Kemudian masyarakat dikejutkan dengan fenomena kemarau basah. Musim kemarau yang seharusnya tiba sejak Mei, ternyata intensitas hujannya sangat tinggi hingga Juni dan Juli. Bahkan beberapa wilayah masih banjir.

Menurut Pakar dan Profesional di Bidang Agrometeorologi, Ilmu Lingkungan, dan Perubahan Iklim Fakultas Teknologi Pertanian (FTP) UGM, Bayu Dwi Apri Nugroho mengatakan perlu kewaspadaan membaca situasi ini. Tidak hanya soal terjadinya bencana hidrometeorologis seperti banjir dan longsor, namun terkait persoalan pangan.

“Merujuk pada informasi Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), bahwa kemarau basah diprediksi akan terjadi selama tiga bulan ke depan sampai Oktober 2024,” kata Bayu di Fakultas Teknologi Pertanian UGM, Senin, 14 Juli 2025.

Baca juga: Empat Rekomendasi Bagi Pelapor Khusus PBB untuk Hak-Hak Masyarakat Adat

Dampak kemarau basah sudah sangat dirasakan petani. Tidak seperti tahun-tahun sebelumnya, pada bulan Mei-Juni, petani sudah bisa menanam komoditas hortikultura seperti cabai atau bawang merah. Sebab pada bulan-bulan itu, normalnya telah masuk musim kemarau, curah hujan sudah menurun dan petani bisa menanam.

Sebaliknya, pada bulan Mei, Juni dan Juli 2025 intensitas hujan masih tinggi. Tidak sedikit petani mengalami gagal tanam, diakibatkan perhitungan petani yang meleset. Intensitas hujan yang meningkat menyebabkan banjir di lahan, sehingga gagal tanam dan gagal panen (puso).

Namun, menurut Bayu, meskipun berdampak negatif, kemarau basah juga bisa berdampak secara positif untuk pertanian. Peningkatan intensitas curah hujan akan menguntungkan wilayah-wilayah yang kering dan tadah hujan, sehingga akan membuat ketersediaan air di wilayah-wilayah tersebut cukup.

Baca juga: Asap Minyak Goreng hingga Residu Rokok Tingkatkan Risiko Kanker Paru Perempuan

“Jadi petani di wilayah tersebut bisa melakukan aktifitas penanaman, seperti di wilayah Papua dan Indonesia bagian Timur lainnya,” terang dia.

Meski begitu, perlu pencegahan dan antisipasi terkait dengan kemarau basah. Beberapa langkah strategis yang diperlukan antara lain menyangkut kebutuhan prediksi cuaca masa depan secara nasional secara mendetail sampai pada level desa atau lahan. Dan informasi ini tersampaikan kepada masyarakat, terutama terkait dengan anomali cuaca (La Niña).

Dengan prediksi ini diharapkan dapat membantu untuk mengurangi kerugian dan biaya yang ditimbulkan bencana hidrometeorologis sebagai dampak dari La Niña. Sebab prediksi awal terjadinya La Niña bermanfaat dalam membantu perencanaan dan pengelolaan berbagai sektor seperti sumber daya air, energi, transportasi, pertanian, kehutanan, perikanan serta menghindari atau mengurangi potensi kerugian yang lebih besar.

Baca juga: Demi Green Card UNESCO, Promosi Wisata dari Humbang Hasundutan hingga Toba

Apri menyebut perlu juga edukasi secara terus menerus mengenai La Niña dan fenomena anomali cuaca lainnya serta dampaknya kepada masyarakat. Jika perlu, edukasi ini disampaikan kepada petani melalui peran para penyuluh pertanian yang ada di wilayah masing-masing.

“Sudah saatnya penyediaan asuransi pertanian terkait kegagalan panen petani akibat La Niña atau fenomena anomali iklim lainnya,” kata Bayu.

Dan tak kalah penting adalah bisa memastikan kesiapan sarana dan prasarana untuk menghadapi La Niña, seperti ketersediaan pompa untuk pompanisasi in-out dari sawah, rehabilitasi jaringan irigasi tersier/kwarter, menggunakan benih tahan genangan seperti Inpara 1-10, Inpari 29, Inpari 30, Ciherang, dan lainnya.

Baca juga: Haenyeo, Perempuan Penyelam dengan Denyut Jantung Lebih Lambat dan Tekanan Darah Lebih Rendah

Anomali musim kemarau picu cuaca ekstrem berkepanjangan

Terkait

Page 1 of 2
12Next
Tags: BMKGCuaca EkstremFakultas Teknik Pertanian UGMgagal panenkemarau basahpetani

Editor

Next Post
Ilustrasi hutan. Foto Nowaja/pixabay.com.

Koalisi Masyarakat Sipil Mendesak UU Kehutanan Lama Dicabut, Diganti UU Kehutanan Baru yang Adil

Discussion about this post

TERKINI

  • Dua dari empat orangutan korban perdagangan ilegal yang dipulangkan dari Thailand, 23 Desember 2025. Foto Geopix.Empat Orangutan Dipulangkan ke Indonesia di Tengah Perusakan Hutan Sumatra
    In News
    Kamis, 25 Desember 2025
  • Konferensi Pers Climate Outlook 2026 di BMKG, 23 Desember 2025. Foto BMKG.Hasil Permodelan Kecerdasan Buatan, Iklim 2026 Bersifat Normal
    In News
    Rabu, 24 Desember 2025
  • Empat nelayan Pulau Pari yang menggugat Holcim demi keadilan iklim. Foto Walhi.Pengadilan Swiss Terima Gugatan Iklim Nelayan Indonesia Atas Holcim
    In News
    Selasa, 23 Desember 2025
  • Siklon tropis Grant, 23 Desember 2025. Foto BMKG.Waspada Gelombang Tinggi di Pesisir Selatan Akibat Siklon Tropis Grant
    In News
    Selasa, 23 Desember 2025
  • Ketua DPR RI, Puan Maharani. Foto Karisma/Istimewa.Puan Maharani Ajak Perempuan Pastikan Bumi Jadi Rumah Aman Bagi Generasi Masa Depan
    In Sosok
    Senin, 22 Desember 2025
wanaloka.com

©2025 Wanaloka Media

  • Tentang Kami
  • Redaksi
  • Pedoman Media Siber

No Result
View All Result
  • Home
  • Indepth
  • Lingkungan
  • Sosok
  • News
  • Foto
  • Bencana
  • Traveling
  • IPTEK
  • Rehat
  • Video

©2025 Wanaloka Media