Dosen FIB lainnya, Rucitarahma Ristiawan menambahkan bahwa pemulangan artefak kepada komunitas asal merupakan langkah penting menuju keadilan epistemik. Ia juga menekankan pentingnya pembagian manfaat hasil riset secara adil antara akademisi dan masyarakat.
Pemulangan artefak bukan hanya tindakan simbolis, tetapi juga bentuk nyata dari transformasi praktik akademik.
“Repatriasi ini mengakui nilai sistem pengetahuan lokal dan memperkuat hak komunitas untuk menarasikan sejarahnya sendiri,” terang dia.
Selain dibantu mahasiswa pascasarjana Arkeologi UGM, Oto Alcianto, kegiatan ini turut melibatkan dukungan dari University of Glasgow melalui peneliti art crime dan kriminologi, Emiline Smith. Ia menyampaikan bahwa repatriasi ini menunjukkan perlunya refleksi atas tanggung jawab etik akademisi dan penguatan peran negara dalam tata kelola warisan budaya.
Baca juga: Wisatawan Gunung Rinjani Asal Belanda Jatuh di Kedalaman 20-30 Meter
Ia menambahkan bahwa proses pemulangan artefak harus dilengkapi dengan dukungan kelembagaan yang memungkinkan pelestarian dan penghormatan terhadap sisa leluhur. Dalam konteks ini, kolaborasi antarnegara menjadi penting untuk memastikan keberlanjutan program repatriasi.
Sisa kerangka leluhur nantinya akan dimakamkan kembali sesuai dengan adat dan kepercayaan masyarakat Warloka. Di samping itu, artefak budaya akan disimpan sementara di Dinas Pariwisata setempat sambil menunggu pembangunan ruang pamer khusus di Warloka.
Dinas Pariwisata dan komunitas turut menggunakan momentum tersebut untuk mengedukasi wisatawan tentang sejarah lokal serta pentingnya riset kolaboratif dalam pelestarian warisan budaya. Komunitas juga berkomitmen untuk meningkatkan perlindungan terhadap temuan arkeologis di kawasan tersebut. [WLC02]
Sumber; UGM
Discussion about this post