Minggu, 27 Juli 2025
wanaloka.com
  • Home
  • Lingkungan
  • Sosok
  • News
  • Foto
  • Bencana
  • Traveling
  • IPTEK
  • Rehat
  • Video
No Result
View All Result
  • Home
  • Lingkungan
  • Sosok
  • News
  • Foto
  • Bencana
  • Traveling
  • IPTEK
  • Rehat
  • Video
No Result
View All Result
wanaloka.com
No Result
View All Result
  • Home
  • Lingkungan
  • Sosok
  • News
  • Foto
  • Bencana
  • Traveling
  • IPTEK
  • Rehat
  • Video

BRIN Bukukan Kritik Atas Praktik Perampasan Ruang Laut dan Pesisir

Sabtu, 17 Mei 2025
A A
Peluncuran buku Merampas Laut, Merampas Hidup Nelayan di BRIN, 15 Mei 2025. Foto BKPUK BRIN.

Peluncuran buku Merampas Laut, Merampas Hidup Nelayan di BRIN, 15 Mei 2025. Foto BKPUK BRIN.

Share on FacebookShare on Twitter

Buku ini menggunakan konsep coastal and marine grabbing sebagai alat analisis untuk memahami berbagai gejala ketimpangan di wilayah pesisir dan laut.

Konsep ini merujuk pada praktik perampasan ruang dan sumber daya pesisir serta laut yang berdampak pada marginalisasi komunitas lokal yang telah lama berinteraksi dengan wilayah tersebut.

“Perampasan ini juga kerap mengganggu integritas ekosistem dan sumber daya laut,” imbuh dia.

Baca juga: Bencana Hidrometeorologi Landa Pulau Jawa dan Sulawesi Menelan Korban Jiwa

Dedi menjelaskan, pendekatan ini berkaitan erat dengan dua aspek penting yang dilindungi konstitusi, yaitu integritas lingkungan hidup dan kesejahteraan bangsa. Dua aspek inilah yang menjadi tolok ukur utama dalam menilai apakah suatu inisiatif bisa dikategorikan sebagai grabbing atau tidak.

Dalam buku tersebut juga terdiri dari empat topik utama. Pertama, kebijakan sebagai wujud grabbing. Kedua, realitas grabbing di lapangan. Ketiga, resistensi komunitas coastal dan marine grabbing. Dan keempat, penguasaan ruang oleh komunitas sebagai alternatif.

Terkait kebijakan pemerintah, salah satu penulis buku, Parid Ridwanuddin telah meneliti 28 dokumen Perda zonasi sejak 2017 di Sulawesi Utara. Penelitian tersebut dikelompokkan alokasi ruang untuk reklamasi dan tambang pasir laut. Lalu membandingkannya dengan ruang untuk permukiman nelayan dan mangrove.

Baca juga: Gunanti, Ayo Kolaborasi Shelter dan Animal Welfare untuk Hewan Terlantar

Hasilnya, luas reklamasi dan tambang pasir mencapai 3,5 juta hektare, sementara alokasi permukiman nelayan dan mangrove tidak lebih dari 70.000 hektare. Ketimpangan ini menunjukkan bahwa perampasan ruang laut di Indonesia telah terencana lewat kebijakan resmi.

“Saat ini, kami juga sedang meneliti lebih lanjut tentang integrasi tata ruang laut dan darat yang potensial memperluas praktik grabbing,” ungkap dia.

Sementara Rayhan Dudayev yang menulis tentang Penguasaan Ruang mengungkapkan ada dua hal yang digali, yaitu bagaimana kewenangan desa dapat memitigasi ocean grabbing dan praktik komunitas dapat memaksimalkan potensi tersebut.

Baca juga: Pencarian Pendaki Hilang di Gunung Binaya Dilanjutkan Hingga 19 Mei 2025

Studi tersebut dilakukan di Mentawai, Ende, dan Pulau Kapota (Wakatobi). Salah satu temuannya, meskipun secara normatif Indonesia mengakui sistem rekognisi dan desentralisasi pengelolaan sumber daya alam, dalam praktiknya, kewenangan di tingkat desa masih terbatas.

Namun, justru dari praktik lokal berskala kecil inilah muncul alternatif terhadap pendekatan pengelolaan yang selama ini cenderung sentralistik.

Buku tersebut menyedot atensi banyak pihak, dari kalangan penulis, periset, akademisi, pembuat kebijakan, masyarakat sipil, serta komunitas pesisir. Kegiatan ini diselenggarakan BRIN bekerja sama dengan Indonesia Ocean Justice Initiative (IOJI) yang dihadiri CEO-nya, Mas Achmad Santosa dan The Samdhana Institute dengan Direktur Martua Sirait, serta Asosiasi Antropolog Indonesia (AAI). [WLC02]

Sumber: BRIN

Terkait

Page 2 of 2
Prev12
Tags: BRINcoastal and marine grabbingmasyarakat pesisirpeluncuran buku

Editor

Next Post
Pusat gempa dangkal 5,2 magnitudo yang mengguncang Kota Mataram, Lombok Barat, pada Minggu, 18 Mei 2025. Foto tangkap layar Google Earth berdasarkan koordinat gempa BMKG.

Kota Mataram Diguncang Lindu 5,2 Magnitudo Dirasakan Skala III MMI

Discussion about this post

TERKINI

  • Mahkamah Konstitusi menolak pengajuan uji formil UU KSDAHE, 17 Juli 2025. Foto Dok. AMAN.MK Tolak Uji Formil UU KSDAHE, Dissenting Opinion Dua Hakim Sebut Ada Pelanggaran
    In News
    Kamis, 24 Juli 2025
  • Rapat Koordinasi Penanganan Karhutla di Riau, 23 Juli 2025. Foto Dok. BMKG.Juli Puncak Kemarau di Riau, Potensi Karhutla Meningkat hingga Awal Agustus
    In News
    Kamis, 24 Juli 2025
  • Ilustrasi gajah di kawasan DAS Peusangan, Aceh. Foto WWF Indonesia.Lahan Konservasi Gajah dari Prabowo, Pakar Ingatkan Kepastian Status Lahan dan Kesesuaian Habitat
    In News
    Rabu, 23 Juli 2025
  • Komisi XIII menerima audiensi LEM UII Yogyakarta terkait RUU Masyarakat Adat di Gedung DPR, 21 Juli 2025. Foto Runi-Andri/Parlementaria.Lebih Dua Dekade, Baleg dan Komisi XIII DPR Janji Sahkan RUU Masyarakat Adat
    In News
    Rabu, 23 Juli 2025
  • Peresmian Pusat Komando Peringatan Dini Multi Bahaya di Jakarta, 21 Juli 2025. Foto BMKG.Fondasi Gedung Pusat Komando Peringatan Dini Multi Bahaya Sedalam 30 Meter
    In IPTEK
    Rabu, 23 Juli 2025
wanaloka.com

©2025 Wanaloka Media

  • Tentang
  • Redaksi
  • Pedoman Media Siber

No Result
View All Result
  • Home
  • Lingkungan
  • Sosok
  • News
  • Foto
  • Bencana
  • Traveling
  • IPTEK
  • Rehat
  • Video

©2025 Wanaloka Media