Lantaran apresiasi tersebut, Dwikorita mengklaim YIA yang dibangun di pesisir pantai selatan Jawa itu adalah satu-satunya bandara di dunia yang telah disiapkan dan didesain mampu bertahan dari guncangan gempa megathrust dengan Magnitudo 8,7.
“Juga aman terhadap tsunami yang dipicu gempa megathrust,” klaim Dwikorita.
Bandara Ngurah Rai di Bali juga telah disiapkan menjadi bandara yang tsunami ready. Koordinator Bidang Mitigasi Gempa Bumi dan Tsunami, Suci Dewi Anugrah menambahkan Bandara YIA dan Bandara Ngurah Rai merupakan pionir bandara yang digunakan sebagai tempat evakuasi tsunami yang bisa diakses oleh masyarakat.
Baca Juga: Akhir Pekan Banjir Luapkan Sungai di Bolaang Mongondow, Luwu dan Cirebon
“Bandara Ngurah Rai dan YIA juga dapat melakukan tsunami/gempa drill saat jam operasional,” kata Suci.
Kesiapsiagaan Hotel di Sekitar Bandara
Dwikorita pun berharap bisa menjadi contoh bagi hotel-hotel di sekitar bandara untuk segera menyiapkan sistem mitigasi dan Peringatan Dini Tsunami dengan didukung BMKG dan BPBD.
“Karena seluruh kesiapan dalam sistem mitigasi dan peringatan dini bencana di kawasan pantai selatan Kulonprogo sangat penting untuk mendukung kesiapsiagaan dan keselamatan masyarakat dan wisatawan. Sekaligus menguatkan ketahanan sosial ekonomi terhadap ancaman gempa dan tsunami di kawasan tersebut,” ujar dia.
Baca Juga: Gempa Bumi Dangkal M4,4 Dirasakan Masyarakat di Batang dan Pekalongan
Suci menambahkan sektor swasta harus terlibat aktif dalam upaya mitigasi gempa bumi dan tsunami. Langkah awal yang dilakukan manajemen hotel adalah melakukan identifikasi indikator tsunami ready yang dicanangkan The Intergovernmental Oceanographic Commission of UNESCO (IOC/UNESCO). Sebab hotel perlu melakukan assessment terkait struktur bangunan, jumlah pengunjung, dan SOP kedaruratan, serta metadata aset.
“Berdasarkan pengamatan di lapangan, hotel-hotel di kawasan rawan gempa bumi dan tsunami masih minim rambu evakuasi. Harapan kami, hotel memiliki inisiatif sendiri dalam melakukan peningkatan kapasitas (tsunami drill) tanpa menunggu program dari BMKG atau instansi lain. Sebaiknya libatkan juga masyarakat atau stakeholder lainnya,” imbuh Suci.
Hotel, juga sebaiknya memiliki kapasitas dalam merespons natural warning maupun menerima informasi peringatan dini dalam bentuk tools dan pengetahuan. Saat bencana alam terjadi dapat direspon dan dikomunikasikan dengan efektif dan terhindar dari kepanikan. [WLC02]
Sumber: BMKG
Discussion about this post