Wanaloka.com – Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Sleman mengeluarkan Surat Edaran Nomor 4259 Tahun 2023 tentang Tata Cara Pengangkutan Sampah. Surat yang ditandatangani Kepala DLH Sleman Epiphana Kristiyani tertanggal 20 Desember 2023 itu ditujukan kepada Pelanggan UPTD Pelayanan Persampahan DLH Sleman.
Pada poin kedua disebutkan, UPTD Pelayanan Persampahan TIDAK MENGANGKUT SAMPAH ORGANIK YANG BERASAL DARI SAMPAH SISA MAKANAN, SISA SAYURAN, SISA BUAH-BUAHAN, RANTING POHON DAN DAUN DAN SEJENISNYA.
Terkait poin tersebut, Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Yogyakarta menyimpulkan, bahwa DLH Kabupaten Sleman tidak melakukan pengangkutan sampah organik untuk masyarakat. Padahal dalam UU Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, pemda punya tanggung jawab mengelola sampah.
Baca Juga: Korban Meninggal Banjir Lahar Sumatera Barat Bertambah Jadi 43 Orang
“Masyarakat dibebankan mengelola sampah sendiri tanpa ada dukungan dari pemda,” kata Kepala Divisi Kampanye Walhi Yogyakarta, Elki Setiyo Hadi melalui siaran pers yang diterima Wanaloka.com pada 12 Mei 2024.
Dalam surat itu, Epiphana berdalih kebijakan tersebut merupakan respon dari anjuran desentralisasi pengelolaan sampah di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), sehingga pengelolaan sampah dilakukan di tiap-tiap kabupaten dan kota. Pemkab Sleman mengklaim telah membangun tempat pengelolaan sampah terpadu (TPST) di beberapa titik.
Alasan tak ada pengangkutan sampah organik adalah sampah pada poin kedua itu adalah sampah basah dan menjadi sumber bau. Jika tercampur dengan sampah lain dikhawatirkan sampah lain juga akan ikut bau serta mengundang lalat dan belatung.
Baca Juga: Ini Pemicu Gempa Bolmong Sulut 5,8 Magnitudo Dirasakan Skala IV MMI
“Sampah itu (poin kedua), jika sampai ikut terolah akan mengurangi kualitas hasil pengolahan sampah di TPST,” tulis Epiphana.
Berdasarkan data Walhi Yogyakarta, Sleman merupakan wilayah yang belum mempunyai fasilitas umum penunjang pengelolaan sampah, khususnya sampah organik. Apabila hanya dibebankan kepada masyarakat tentu saja akan membuat masyarakat semakin kesulitan di tengah semakin menyempitnya lahan-lahan di perkotaan. Masyarakat yang tidak mempunyai lahan sendiri akan kesulitan untuk mengelola sampah organiknya.
“Apa yang dilakukan Pemkab Sleman menunjukkan mereka melepaskan dan melakukan pembiaaran terhadap permasalahan sampah yang ada di wilayahnya,” tukas Elki.
Atas kondisi tersebut, Walhi Yogyakarta memberikan rekomendasi terhadap Pemkab Sleman. Pertama, menyediakan fasilitas penunjang pengelolaan sampah organik di Kabupaten Sleman. Kedua, ada pendampingan pengelolaan sampah organik di tingkatan paling kecil, seperti RT/RW di wilayah Sleman. Ketiga, penyediaan anggaran untuk menunjang pengelolaan sampah organik di wilayah Sleman.
Baca Juga: Bencana Banjir Bandang dan Lahar Dingin Sumatera Barat 28 Orang Tewas
Solusi Lubang Biopori
Kepala UPTD Pelayanan Persampahan DLH Sleman Rita Probowati berdalih, kebijakan itu diambil karena sampah yang diolah di TPST nanti akan menjadi bahan bakar pengganti batu bara di perusahaan pabrik semen di Cilacap. Sementara jika dicampur, maka sampah organik juga dapat menyebabkan kualitas sampah anorganik di TPST berkurang. Selain itu, pengelolaan sampah organic oleh masyarakat dapat mengurangi 50 persen total volume sampah di Sleman.
“Program ini masih uji coba dan baru berlangsung sebulan,” kata Rita.
Sejauh ini, Rita mengklaim sudah melakukan sosialisasi tentang pengolahan sampah organik yang tak lagi diangkut. Solusi yang disosialisasikan adalah pembuatan tabung atau lubang biopori untuk membuang sampah-sampah organik. Setiap rumah tangga diwajibkan untuk membuat tabung atau lubang biopori. Satu rumah tangga membuat tiga lubang biopori sedalam 1-1,5 meter.
Baca Juga: Hingga Sepekan Kabupaten Konawe Utara Masih Dilanda Banjir
Satu lubang biopori bisa menampung sampah organik tiga pekan sampai 1,5 bulan. Apabila membuat tiga lubang, setidaknya bisa menampung sampah hingga bulan ketiga. Pada bulan ketiga,
sampah-sampah dalam lubang biopori pertama sudah menjadi kompos dan bisa dimanfaatkan untuk tanaman.
“Memang tidak bisa langsung efektif, butuh waktu. Tapi progresnya sudah baik,” kata Rita.
Peta Jalan Jangka Panjang
Beda kebijakan Pemkab Sleman, beda pula kebijakan Pemkot Yogyakarta. Kebijakan memilah sampah organik dan anorganik di tiap-tiap rumah tangga telah diterapkan di Yogyakarta. Kemudian hasil pemilihan itu diambil petugas pengambil sampah.
Namun Anggota DPR dari Dapil DIY, Sukamta melihat di area perkotaan masih sering ditemukan sampah di jalan maupun tempat penampungan yang penuh. Menurut dia, Pemkot Yogyakarta perlu memberikan honor kepada para petugas pengambil sampah sebagai salah satu upaya mencegah buang sampah sembarangan.
Baca Juga: Bencana Alam Luwu, Akses Darat Terbuka Logistik Dipasok ke Desa-desa di Latimojong
Discussion about this post