Kemudian, menyiapkan regulasi yang mengatur sistem penanganan migrasi paksa akibat perubahan iklim. Termasuk menyediakan lokasi tujuan migrasi yang disetujui masyarakat terdampak tanpa mengganggu mata pencaharian yang telah dibangun.
Baca Juga: Indonesia Serukan Kolaborasi Global Hadapi Perubahan Iklim
Selain itu, perlu dilakukan peningkatan efektivitas pemberdayaan ekonomi perempuan, termasuk pelatihan, pinjaman lunak, pemasaran dan penguatan kelompok pendukung perempuan di masyarakat di wilayah pesisir.
Ketua Tim Pengelolaan Kemitraan Kelembagaan dan Publikasi, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Mochammad Reyhan Firlandy menjelaskan dalam menghadapi perubahan iklim dan isu gender, perlu dinilai dari sudut pandang masyarakat itu sendiri.
“Anda tahu, terkadang kami memiliki perencanaan yang kami buat di daerah pusat atau pemerintah pusat. Tetapi tidak sesuai kebutuhan masyarakat. Saat ini Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat juga melibatkan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan mereka,” katanya.
Baca Juga: Paus Fransiskus Diminta Bebaskan Masyarakat Adat Indonesia dari Penindasan
Sementara Analis Bencana Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Franta Evelin memberikan tanggapan bahwa proses penanggulangan bencana, penilaian, dan perencanaan harus memasukkan perspektif yang peka terhadap gender dan anak.
“Dengan memahami kerentanan dan kebutuhan unik perempuan dan anak, kita dapat bekerja sama untuk menyusun strategi respons yang lebih efektif dan adil,” tanggap Franta.
Selain itu, Direktur Lingkungan Hidup Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Priyanto Rohmattullah berpendapat, bahwa untuk menghadapi tantangan perubahan iklim, perlu memperhatikan beberapa indikator yaitu emisi, ekonomi hijau, dan ekonomi sirkular.
Baca Juga: Mengoptimalkan Limbah Gigi dan Tulang Hewan untuk Menjernihkan Air
Berbagai pendapat dan perspektif gender tersebut, menurut Asisten Deputi Bidang Kesetaran Gender Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Eko Novi, dapat diintegrasikan ke dalam seluruh tahapan pembangunan dengan data terpilah.
Sementara itu, Direktur Eksekutif KEMITRAAN, Laode M Syarif menjabarkan selain permukaan air laut meningkat, beberapa daerah juga mengalami penurunan muka tanah. Salah satunya akibat eksploitasi air tanah, sehingga perlu ada kebijakan yang mengaturnya.
Forum yang digelar PRH BRIN berkolaborasi dengan Griffith University Australia dan Universitas Diponegoro (UNDIP) untuk mendiseminasikan hasil riset dengan topik forced labour (kerja paksa) pada perempuan dan anak-anak akibat dampak dari perubahan iklim. KONEKSI sendiri merupakan program Kolaborasi Pengetahuan, Teknologi, dan Inovasi Australia dan Indonesia yang didanai Departemen Luar Negeri dan Perdagangan (DFAT) Australia untuk periode lima tahun dari 2023 sampai 2027.
Profesor Griffith University Australia, Jennifer Body menyebutkan tujuan kegiatan ini untuk melihat bagaimana dampak perubahan iklim. Selain itu untuk memberi rekomendasi kebijakan, terutama kepada perempuan dan anak-anak yang terdampak perubahan iklim, seperti migrasi dan banjir rob di pesisir Jakarta, Semarang, Pekalongan, dan Demak. [WLC02]
Sumber: BRIN
Discussion about this post