Utak atik kebijakan legalkan proyek panas bumi
Demi memberikan karpet merah seluas-luasnya untuk proyek panas bumi, pemerintah menghalalkan berbagai macam cara culas, salah satunya lewat utak-atik regulasi. Ini terlihat dari upaya melegalkan pertambangan panas bumi di dalam kawasan hutan konservasi dengan mengeluarkan panas bumi dari kategori pertambangan.
Baca juga: Tumpukan Sampah dan Krisis Tutupan Hutan Perparah Banjir di Bali
Upaya ini terlacak dari perubahan UU Panas Bumi melalui penerbitan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2014 tentang Panas Bumi pada 17 September 2014 yang mencabut Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2003 tentang Panas Bumi.
Hal yang paling krusial dari undang-undang terbaru tersebut adalah dikeluarkannya usaha panas bumi dari kategori industri pertambangan. Pemerintah kemudian menerbitkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.46/ Menlhk/Setjen/Kum.1/5/2016 tentang Pemanfaatan Jasa Lingkungan Panas Bumi pada Kawasan Taman Nasional, Taman Hutan Raya, dan Taman Wisata Alam. Peraturan ini diperbarui lewat Peraturan Menteri LHK No.4 Tahun 2019 tentang Pemanfaatan Jasa Lingkungan Panas Bumi pada Kawasan Taman Nasional, Taman Hutan Raya, dan Taman Wisata Alam.
Belakangan, pemerintah menegaskan aktivitas panas bumi sebagai aktivitas jasa lingkungan lewat penerbitan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2024 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya pada akhir Desember lalu. Dengan kata lain, pemerintah hendak menjadikan aktivitas ekstraksi panas bumi sebagai aktivitas jasa lingkungan, yang sederajat dengan aktivitas ekowisata terbatas di dalam kawasan hutan konservasi.
Baca juga: Draw the Line Jogja Desak Presiden Realisasikan Janji Transisi 100 Persen Energi Terbarukan 2035
Penerbitan rangkaian regulasi tersebut pada prinsipnya mengabaikan proses ekstraksi panas bumi yang termasuk dalam aktivitas penambangan. Produksi energi panas bumi dapat didefinisikan sebagai proses di mana cairan panas bumi yang bernilai ekonomis diidentifikasi, ditempatkan, diekstraksi dan diproses, untuk kemudian digunakan dalam pembangkitan listrik, atau dalam aplikasi langsung non-listrik.
Dalam analogi ini, ekstraksi cairan panas bumi tepat jika dipandang sebagai proyek penambangan lainnya, dengan panas menggantikan bahan bakar mineral sebagai sumber daya yang bernilai ekonomis. Pertambangan dan produksi panas bumi juga memiliki ketergantungan terhadap konsep aksesibilitas dan ekstraksi.
Upaya pemanfaatan panas bumi berbeda dengan jasa lingkungan kehutanan lainnya yang tidak memerlukan proses eksplorasi, eksploitasi dan ekstraksi. Untuk memanfaatkan panas bumi diperlukan upaya eksplorasi terlebih dahulu untuk dieksploitasi dan diekstraksi guna mentransfer energi panas tersebut ke permukaan dalam wujud uap panas, air panas, atau campuran uap dan air serta unsur-unsur lain yang dikandung panas bumi.
Baca juga: Musim Penghujan 2025-2026 Datang Lebih Cepat
Di Flores, pemerintah bermain siasat untuk meluaskan proyek panas bumi di sekujur tubuh Pulau Nusa Bunga tersebut dengan terlebih dahulu menetapkan Flores sebagai Pulau Panas Bumi melalui Keputusan Menteri ESDM Nomor 2268 K/30/MEM/2017. Setelah itu, sejarah mencatat berbagai penolakan warga atas proyek yang hendak merampas ruang hidup mereka, hanya menimbulkan trauma dan luka bagi warga melalui serangkaian pola intimidasi, kekerasan, hingga kriminalisasi berulang.
Warga yang menolak eksplorasi dianggap anti-pembangunan, dikriminalisasi, dan dihadapkan pada intimidasi dari aparat negara yang melindungi korporasi alih-alih rakyat. Kekerasan ini bukan insiden terpisah, melainkan bagian dari pola sistematis yang mengamankan kepentingan bisnis sambil membungkam hak konstitusional warga untuk menyatakan pendapat, menjaga tanah leluhur, dan menolak kehancuran ekologis yang dibungkus dalam narasi kemajuan.
Di Poco Leok, NTT. Penolakan warga terhadap rencana perluasan PLTP Ulumbu telah berlangsung lama bukan kepalang. Pada 17 Juli 2025, hanya berselang beberapa hari (4 Juli 2025) setelah hasil investigasi Satgas Geothermal dipublikasikan, Gubernur Nusa Tenggara Timur, Emanuel Melkiades Laka Lena, secara mendadak mengunjungi Poco Leok. Kunjungan yang seharusnya membawa penyelesaian konflik justru kembali menghadirkan wajah lama kekuasaan: arogan, represif, dan anti terhadap suara masyarakat adat.
Baca juga: Komisi XIII DPR Soroti Dugaan Pelanggaran HAM terhadap Masyarakat Adat Tapanuli Raya
Sejak tiga tahun terakhir, pola pengawalan bersenjata kerap mengiringi pengukuran lahan, pemasangan patok, hingga berbagai aktivitas proyek geothermal.
“Masyarakat adat Poco Leok, yang sebelumnya hidup damai, dipaksa menjalani keseharian mereka di bawah ancaman kriminalisasi,” ungkap Christiano dari Terranusa Indonesia yang juga warga Poco Leok.
Selama tiga tahun terakhir, teror bukan sekadar ancaman. Intimidasi, kekerasan fisik, dan kriminalisasi telah menimpa sedikitnya 22 warga Poco Leok, termasuk jurnalis yang meliput konflik ini. Namun bukan perlindungan yang hadir, melainkan arogansi kekuasaan yang menempatkan rakyat sebagai ancaman.
Baca juga: Hujan Lebat dan Angin Kencang Mengintai 12-18 September 2025
Klaim Indonesia produsen listrik panas bumi terbesar
Sementara Kementerian ESDM mengklaim Indonesia memiliki potensi sumber daya panas bumi yang besar, mencapai 23.742 Megawatt (MW). Dari jumlah itu, masih terdapat peluang besar pengembangan panas bumi di Indonesia. Saat ini Indonesia menempati posisi nomor dua sebagai produsen listrik panas bumi secara global. Dengan kapasitas terpasang listrik dari sumber panas bumi sebesar 2.744 Megawatt (MW), posisi Indonesia hanya berada di bawah Amerika Serikat yang memiliki 3.937 MW listrik dari panas bumi.
“Kami tahu bahwa geothermal adalah salah satu sumber energi baru terbarukan, dan Indonesia mempunyai cadangan yang cukup besar, terbesar di dunia. Dan dari sini, baru kurang lebih sekitar 10 persen yang bisa kita kelola. Artinya masih ada 90% potensi ini,” ujar Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia pada Pembukaan Indonesia International Geothermal Convention & Exhibition (IIGCE) 2025 di Jakarta, Rabu, 17 September 2025.
Dari besarnya potensi panas bumi di Indonesia, Bahlil meminta untuk segera melakukan lelang Wilayah Kerja Panas Bumi (WKP). Alasannya mengacu arahan Presiden Prabowo Subianto untuk melakukan reformasi dan percepatan regulasi, demi memberikan kepastian dan percepatan bagi para pelaku usaha panas bumi.
Baca juga: Tukad Meluap Semalam di Bali, 16 Warga Tewas dan 552 Warga Mengungsi
Sebagai tindak lanjut, Kementerian ESDM menyederhanakan perizinan dan regulasi, yang disinyalir dapat menghambat investasi, untuk mempercepat pemanfaatan panas bumi. Tahun 2024 lalu, Kementerian ESDM telah meluncurkan platform digital untuk pengelolaan panas bumi bernama Genesis. Mulai tahun ini, lelang WKP dilakukan melalui platform Genesis.
“Salah satu yang tidak disukai investor adalah aturan yang berbelit-belit. Semakin berbelit aturan, semakin tidak disukai oleh investor. Maka program kami waktu satu tahun kemarin adalah memangkas berbagai tahapan regulasi yang menghambat proses percepatan dalam bidang geothermal. Kami memangkas semuanya,” kata Bahlil.
Tak hanya itu, melalui Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2025-2034, Pemerintah akan membangun 48 ribu kilometer sirkuit (kms), sebagai bentuk komitmen dalam mendorong pembangunan energi baru dan terbarukan. Selama ini, menurut Bahlil, jaringan transmisi yang menghubungkan antara sumber energi dan jaringan listrik masih belum mencukupi.
Baca juga: Potret Baik Buruk Pengelolaan Sampah Sisa Makanan Program MBG
“Maka tahun ini, kami, Pemerintah Republik Indonesia, sebagai bentuk komitmen dan konsekuen dalam mendorong pembangunan energi baru terbarukan, kita menyusun RUPTL di 2025 sampai 2035 sebesar 48 ribu km sirkuit. Ini sebagai bentuk tuntutan dari apa yang harus kita lakukan untuk melakukan percepatan,” tutur dia.
Pada gelaran IIGCE 2025, Bahlil menyaksikan penandatanganan tujuh nota kesepahaman di sektor pendidikan/capacity building serta kerja sama komersial antar Badan Usaha (BUMN, Swasta Nasional dan Luar Negeri) dalam hal investasi pengembangan teknologi dan komitmen pembiayaan dengan kapasitas 265 MW dengan total investasi sebesar USD1,5 miliar (Rp25 triliun). [WLC02]
Sumber: Jatam, Kementerian ESDM







Discussion about this post