Wanaloka.com – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) akan mengembangkan lima komoditas budi daya perikanan laut untuk mendorong kesejahteraan 140 juta penduduk yang tinggal di wilayah pesisir. Lima komoditas perikanan yang dipilih untuk budi daya, adalah udang, rumput laut, nila salin, kepiting, lobster.
“Pangsa pasarnya cukup besar sekitar 400 miliar dollar Amerika Serikat untuk satu tahun,” kata Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono saat memberikan kuliah umum bertajuk “Kebijakan Ekonomi Baru dan Peran Informasi Geospasial Tematik Ekosistem Karbon Biru pada Kawasan konservasi, Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil”, di Ruang Balai Senat, Gedung Pusat Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta, Rabu, 6 Maret 2024.
Untuk mewujudkan usaha budi daya perikanan itu dimulai dengan pembangunan kampung nelayan modern yang merupakan bagian dari transformasi ruang hidup dan ruang sosial nelayan. Harapannya, nelayan menjadi lebih produktif dan mandiri melalui pembangunan fasilitas pabrik es, bale pelatihan, gudang beku, bengkel nelayan, kios persediaan, jalan akses, dermaga, dan pedestrian. Saat ini, kampung nelayan modern yang dibuat sebagai percontohan oleh pemerintah berada di Desa Samber, Kabupaten Biak Numfor, Papua.
Pembangunan kampung nelayan modern ini diakui Trenggono dalam rangka meningkatkan potensi kemampuan SDM agar bisa unggul dalam sektor budi daya perikanan. Ia menyebutkan, banyak negara belajar budidaya salmon dari Norwegia. Misalnya Australia bikin budi daya salmon mendatangkan orang Norwegia.
Apabila tidak dilakukan usaha budi daya perikanan, meurut Trenggono sulit untuk meningkatkan kesejahteraan nelayan. Sebab indeks rata-rata nilai tukar nelayan Indonesia saat ini hanya berkisar di angka 104. Sementara untuk bisa sejahtera seharusnya mencapai angka 130.
“Jika nilai tukar masih 104, maka para nelayan seumur hidupnya tidak akan pernah sejahtera,” imbuh dia.
Soal potensi ekonomi dari serapan karbon biru yang berasal dari wilayah kelautan, wilayah konservasi dan pulau terpencil, menurut Trenggono dapat memberikan kontribusi ekonomi. Jadi diperlukan sumber data yang komplit melalui pengembangan sistem infrastruktur ocean big data.
“Kami sudah melakukan peluncuran satelit nano, mendatangkan kapal yang bisa memonitor, underwater drone, dan seluruh wilayah konservasi dipasang sensor untuk mengetahui kondisi perubahan wilayah konservasi dan pulau terpencil yang termonitor selama 24 jam,” kata dia.
Sementara salah satu program ekonomi biru adalah menghadirkan data kelautan dan perikanan yang kredibel pada masa depan. Termasuk data geospasial ekosistem karbon biru di kawasan konservasi, pesisir, dan pulau-pulau kecil.
“Jadi ke depan, informasi geospasial bener-bener bisa kami tampilkan. Dengan peluncuran satelit, drone yang beroperasi, kapal yang selalu aktif memonitor di wilayah konservasi, ada kejadian apa, ini ke depan akan tercatat dengan baik,” imbuh dia.
Dia membeberkan program-program prioritas ekonomi biru yang sedang dijalankan Kementerian Kelautan dan Perikanan. Salah satunya, pentingnya informasi geospasial ekosistem karbon biru di kawasan konservasi, pesisir, dan pulau-pulau kecil dalam strategi mencapai ekonomi biru di Indonesia.
Penyediaan informasi geospasial, diakui dia mempunyai peran penting menyusun rencana aksi perluasan kawasan konservasi laut yang ditargetkan mencapai 97,5 juta hektare pada tahun 2045. Selain itu, untuk mengukur potensi penyerapan karbon sebesar 188 juta tCO2eq/tahun, serta mengidentifikasi populasi jenis ikan di setiap zona perikanan laut.
Program ekonomi biru KKP mencakup lima hal. Meliputi perluasan kawasan konservasi laut; penerapan kebijakan penangkapan ikan terukur berbasis kuota; pengembangan perikanan budidaya laut, pesisir dan darat yang berkelanjutan; pengawasan dan pengendalian wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil; serta pembersihan sampah plastik di laut melalui gerakan partisipasi nelayan.
“Sektor kelautan dan perikanan saat ini, kami tata dengan serius. Kami menempatkan ekologi sebagai panglima. Melalui program kerja ekonomi biru, pemanfaatan sumber daya alam perikanan tidak hanya untuk kepentingan ekologi, tapi bagaimana ekosistem tetap terjaga,” kata Trenggono.
Ajak Kampus Lakukan Riset
Trenggono mengimbau perguruan tinggi untuk ikut berkontribusi mewujudkan Indonesia Emas 2024 melalui hasil riset dan inovasi bidang perikanan dan kelautan. Mengingat saat ini potensi laut di Indonesia dengan biota laut yang sangat kompleks masih belum banyak diketahui karena belum dieksplorasi dengan baik. Nelayan masih berdasar pada menangkap ikan untuk kepentingan konsumsi, bukan untuk kepentingan yang jauh lebih tinggi. Jadi diperlukan kebijakan yang mendukung agar potensi tersebut dapat dimanfaatkan secara optimal, yaitu dengan kebijakan ekonomi biru untuk pemanfaatan kelautan dan perikanan yang berkelanjutan.
Trenggono mengatakan ada beberapa kebijakan yang dapat diterapkan dalam menjaga ekologi laut, yaitu dengan memperluas kawasan konservasi laut untuk menjaga populasi ikan secara alami. Selain itu, memperluas kawasan konservasi juga membantu penyerapan emisi karbon hasil dari industri dengan lebih baik.
Discussion about this post