“Berdasar kalkulasi tersebut, proyek tanggul laut raksasa akan memperluas kerugian dan kehilangan ekonomi yang dirasakan oleh nelayan dan para pelaku perikanan lainnya di pesisir utara Jawa,” ucap Suci.
Penghancuran Mangrove Solusi Palsu Krisis Iklim
Pemerintah mengklaim, bahwa proyek tanggul laut raksasa merupakan skenario mitigasi krisis iklim di pesisir utara Jawa. Faktanya, proyek tanggul laut raksasa tidak akan mampu menjawab krisis iklim yang dihadapi masyarakat pesisir. Proyek ini akan mempercepat kehancuran eksosistem mangrove yang selama ini terjadi di pesisir utara Jawa.
Baca Juga: Walhi Jatim Serukan Perusak Pohon untuk Peraga Kampanye Ditindak Tegas
Direktur Eksekutif Walhi Jawa Tengah, Fahmi Bastian mencontohkan, akibat beban industri yang sangat berat di pesisir utara Jawa Tengah, luasan mangrove terus mengalami penurunan. Pada tahun 2010, mangrove tercatat seluas 1.784.850 hektare. Tahun 2021, mengalami kehilangan yang sangat signifikan, di mana luasannya hanya tercatat 10.738,62 hektare.
Begitu pula di pesisir Jakarta. Saat ini luasan mangrove tercatat tidak lebih dari 25 hektare. Padahal sebelum adanya proyek reklamasi, luasannya tercatat lebih dari seribu hektare.
Kehilangan mangrove menjadi ironis di tengah kampanye dan diplomasi pemerintah Indonesia yang gencar ke dunia internasional untuk menjadikan Indonesia sebagai pusat mangrove dunia untuk upaya mitigasi dan adaptasi krisis iklim. Lebih ironis lagi, di perhelatan COP28, Indonesia dipilih sebagai Ketua Bersama Aliansi Mangrove untuk Iklim atau Mangrove Alliance for Climate (MAC). Aliansi ini beranggotakan 34 negara yang dianggap berkomitmen pada restorasi dan konservasi mangrove.
Baca Juga: Longsor di Banjarnegara Terjang 2 Dusun
“Proyek ini solusi palsu krisis iklim karena bertentangan dengan upaya pemulihan ekosistem mangrove sebagai bagian penting dari upaya mitigasi dan adaptasi krisis iklim,” tegas Fahmi.
Menggusur Nelayan
Di Jakarta, pembangunan tanggul laut yang masih berjalan sampai saat ini telah mengancam kelangsungan hidup nelayan yang tinggal di pesisir utara Jakarta. Berdasarkan hasil analisis risiko pembangunan NCICD fase A yang dilakukan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), sekitar 24 ribu nelayan di Jakarta Utara terancam digusur. Penggusuran tak pelak menimbulkan potensi kehilangan mata pencaharian masyarakat sebagai nelayan, karena mereka harus direlokasi ke wilayah lain yang aksesnya jauh dari laut dan kapal.
Alih-alih melindungi identitas nelayan dengan menjaga aksesibilitas nelayan terhadap laut, pemerintah justru merencanakan pelatihan untuk membuka lapangan kerja baru bagi para nelayan yang terdampak penggusuran. Dengan begitu, ancaman hilangnya identitas nelayan akibat pembangunan NCID di Teluk Jakarta semakin besar.
Baca Juga: BRIN dan Kementerian ESDM Inventarisasi Wilayah untuk Pertambangan Mineral
Sekali lagi, pembangunan tanggul laut raksasa tidak menyentuh persoalan subtansial yang dihadapi masyarakat. Di Jawa Tengah, telah ada pembangunan Tol Tanggul Laut Semarang Demak (TTLSD) yang masih menyisakan banyak masalah, mulai dari relokasi kawasan ekosistem mangrove seluas kurang lebih 40 hektar, membatasi wilayah tangkap nelayan tradisional, hingga persoalan sosial lainnya.
“Tidak ada pilihan lain bagi pemerintah, selain menghentikan rencana pembangunan tanggul laut raksasa menjadi agenda pemulihan sosial ekologis Pulau Jawa, baik daratan maupun lautan. Sebagai agenda utama rencana pembangunan,” tukas Fahmi.
Kajian Universitas Pertahanan
Sementara dalam pidato sambutan pembukaan seminar nasional tersebut, Airlangga mengatakan, bahwa mengacu pada capaian pertumbuhan ekonomi nasional pada Q3-2023 lalu, secara spasial seluruh wilayah Indonesia telah mengalami pertumbuhan yang positif dan mampu menunjukkan resiliensi. Pulau Jawa menjadi salah satu kontributor terbesar dalam PDB Nasional dengan share mencapai sebesar 57,12 persen.
Baca Juga: Sesar Aktif Baru Penyebab Gempa Sumedang Diberi Nama Sesar Sumedang
“Angka itu sekaligus memperlihatkan Pulau Jawa menjadi salah satu mesin utama pertumbuhan ekonomi secara spasial,” kata Airlangga.
Selain itu, Pulau Jawa juga masih harus menghadapi sejumlah tantangan daya dukung dan daya tamping, seperti ancaman erosi, abrasi, banjir. Juga penurunan permukaan tanah (land subsidence) di sepanjang daerah Pesisir Pantai Utara (Pantura) Jawa yang terpantau bervariasi antara 1-25 cm/tahun serta kenaikan permukaan air laut sebesar 1-15 cm/tahun di beberapa lokasi.
Dia merujuk studi JICA, bahwa pertumbuhan di kawasan Pantura 20 persen dari GDP Indonesia dengan kegiatan industri, perikanan, transportasi, dan pariwisata. Jumlah penduduk di Pantura ada 50 juta, sehingga yang terdampak 50 juta orang.
Baca Juga: Tanpa Dokumen, Pengiriman 787 Burung Liar ke Jakarta Digagalkan
“Nah, tentu tidak hanya membahayakan kelangsungan ekonomi dan infrastruktur, tetapi juga kelangsungan hidup masyarakat,” kata Airlangga.
Beragam ancaman yang mengintai kawasan Pantura Jawa akan mempengaruhi keberlangsungan aktivitas ekonomi dan meningkatkan potensi bencana bagi jutaan penduduk yang berdiam di daerah tersebut. Selain itu, fenomena degradasi di Pantura Jawa yang tidak tertangani diperkirakan juga akan mengancam keberadaan 70 Kawasan Industri, 5 Kawasan Ekonomi Khusus, 28 Kawasan Peruntukan Industri, 5 Wilayah Pusat Pertumbuhan Industri, serta berbagai infrastruktur logistik nasional seperti bandara, jalur kereta api, hingga pelabuhan.
“Dengan seminar ini mudah-mudahan bisa di kick-off supaya skalanya bisa kami perbesar dan lebih masif lagi. Program ini sifatnya transformatif,” kata Airlangga.
Baca Juga: Kisah Pasang Surut Teknologi Peringatan Dini Bencana Gempa
Sementara Prabowo menyampaikan, bahwa pembangunan tanggul laut raksasa dapat menjadi jawaban atas fenomena kenaikan permukaan laut, hilangnya tanah, sekaligus menjadi jawaban atas kualitas hidup sebagian rakyat Indonesia yang masih mengenaskan.
Prabowo menyatakan terima kasih atas seluruh kajian pembangunan tanggul laut raksasa yang terus berlanjut. Ia juga mengatakan telah menugaskan Universitas Pertahanan untuk melakukan kajian lebih lanjut atas berbagai hal yang bisa dilakukan terkait gagasan besar proyek itu.
“Saya ingin ini menjadi pembicaraan, topik diskusi kalangan akademisi, kalangan pengusaha, kalangan teknokrat, engineers-engineers Indonesia, mengajak melakukan pendalaman terhadap masalah ini,” kata Prabowo.
Seminar nasional itu juga dihadiri Anggota DPR, Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian, Menteri Agraria dan Tata Ruang Hadi Tjahjanto, Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono, Rektor Universitas Pertahanan Letjen TNI Jonni Mahroza, Peneliti BRIN Dwi Sarah, Witteveen Bos Indonesia Victor Coenen, Tim Asistensi Menko Perekonomian Raden Pardede, Sesmenko Perekonomian Susiwijono Moegiarso, Juru Bicara Kemenko Perekonomian Haryo Limanseto, Pj Gubernur Banten Al Muktabar, sejumlah pejabat Eselon I serta Eselon II Kementerian/Lembaga, beserta kepala daerah di sepanjang pantura Pulau Jawa. [WLC02]
Sumber: Walhi, Kemenko Perekonomian
Discussion about this post