Wanaloka.com – Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) memproyeksikan bahwa krisis air akan melanda seluruh dunia pada tahun 2025 mendatang. Kelangkaan air merupakan dampak nyata dari perubahan iklim, terus meningkatnya laju pertumbuhan penduduk, serta akibat aktivitas manusia.
Sementara air punya peran krusial bagi kehidupan serta keberlangsungan produksi pangan. Pada peringatan Hari Pangan Sedunia 2023, ada dua isu krusial yang bertemu, yaitu soal ketahanan pangan dan ketahanan air.
”Ini menunjukkan isu pangan dan air seperti dua sisi mata uang. Keduanya tak bisa dipisahkan,” kata Anggota Komisi I DPR Fadli Zon dalam keterangannya pada 16 Oktober 2023.
Baca Juga: Kementerian ESDM Rancang Portal Data Industri Ekstraktif untuk Transparansi
”Jika selama ini banyak orang menganggap isu perubahan iklim sangat abstrak, maka kelangkaan air merupakan pukulan keras buat kita,” kata Politisi Fraksi Partai Gerindra itu.
Ia memperkirakan kebutuhan air tawar global akan meningkat 40 persen lebih tinggi dibandingkan saat ini pada tahun 2030. Untuk memenuhi kebutuhan air, ia mengajak untuk bersikap responsif. Salah satunya adalah dengan meningkatkan kesadaran tentang pentingnya isu ketahanan air.
Menurut Fadli, pemerintah perlu merancang kebijakan berbasis pengetahuan, data, inovasi, serta kerja sama multipihak untuk mengatasi isu pangan dan air. Pemerintah juga perlu segera mengedukasi petani mengenai pentingnya mengelola dan menggunakan air secara efisien.
Apalagi saat ini sedang menghadapi fenomena El Nino, di mana musim kemarau berlangsung lebih kering dan lama dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Fenomena ini semakin menambah ancaman terhadap ketahanan pangan dalam negeri.
“Dari data yang saya miliki, El Nino menurunkan produksi padi kita antara 1-5 juta ton sejak 1990-2020,” jelas Fadli yang juga Ketua Umum DPN Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI).
Lantaran dampak perubahan iklim, seperti El Nino bersifat global, penurunan produksi padi bukan hanya dialami Indonesia, juga negara lainnya. Akibatnya, banyak negara yang selama ini dikenal sebagai produsen beras, telah membatasi, bahkan melarang ekspor beras sama sekali. Kondisi tersebut akan menjadi persoalan, karena Indonesia masih butuh impor untuk mencukupi kebutuhan beras dalam negeri.
Baca Juga: Nahrowi Ramli: Ganti Impor 1 Juta Pakan Ternak dengan Maggot
”Persoalan-persoalan ini tak bisa diatasi pemerintah hanya dengan kebijakan jangka pendek. Harus ada kebijakan strategis berjangka panjang untuk mengatasi soal pangan dan air. Jika tidak, kita akan menghadapi krisis pangan dan air sekaligus,” papar Fadli.
Siapkan Mitigasi
Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati menyebut krisis air merupakan ancaman serius bagi seluruh negara di dunia. Berdasarkan data World Meteorological Organization (WMO) yang dikumpulkan dari pengamatan di 193 negara, BMKG memproyeksikan dalam beberapa tahun ke depan akan terjadi hotspot air atau daerah kekeringan di pelbagai negara.
“Artinya, banyak tempat yang mengalami kekeringan. (Ini bisa terjadi) baik di negara maju maupun berkembang. Baik Amerika, Afrika dan negara lainnya sama saja (terdampak),” kata Dwikorita dalam webinar bertajuk “Kolaborasi Global Antisipasi Krisis Air Dampak Perubahan Iklim” yang diselenggarakan Forum Merdeka Barat 9 (FMB 9) pada 16 Oktober 2023.
Baca Juga: Emisi GRK Diklaim Turun 118 Juta Ton per Tahun 2022
Data analisis peta global menunjukkan debit rata-rata air sungai pada tahun 2022 yang dikategorikan posisi normal hanya 38 persen. Sementara banyak debit air sugai yang keluar menuju laut berada pada level di bawah normal atau jauh di bawah normal. Artinya, daerah tersebut mengalami kekeringan.
Di sisi lain, terdapat daerah di dunia yang memiliki debit air sungai melampaui normal atau surplus mengalami kebanjiran. Kondisi tersebut merupakan bukti perubahan iklim sedang terjadi di seluruh negara dunia dan akan semakin buruk hasilnya apabila tidak dilakukan upaya mitigasi bersama.
Saat ini, Indonesia belum terdeteksi mengalami hotspot air. Namun bukan berarti dalam skala lokal kekeringan tidak terjadi.
“Jika lengah dan gagal memitigasi, maka diproyeksikan pada tahun 2045-2050, yaitu saat Indonesia memasuki masa emas akan terjadi perubahan iklim dan mengalami krisis pangan,” jelas Dwikorita.
Baca Juga: Krisis Air Ancaman Nyata dari Dampak Emisi GRK dan Pertambahan Penduduk
Discussion about this post