Wanaloka.com – Banjir dan longsor kembali melanda kawasan Puncak, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, sejak Sabtu, 5 Juli 2025. Akibatnya, tiga orang tewas dan satu orang hilang. Peristiwa ini terjadi di tujuh desa di Kecamatan Cisarua dan Megamendung, akibat hujan ekstrem yang mencapai 150 milimeter selama dua hari berturut-turut.
“Kita harus berhenti membangun tanpa arah dan tanpa pertimbangan ekologis. Keselamatan warga tidak boleh dikorbankan demi keuntungan jangka pendek,” tegas Menteri Lingkungan Hidup/Kepala Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (KLH/BPLH), Hanif Faisol Nurofiq saat meninjau lokasi banjir dan longsor, Senin, 7 Juli 2025.
KLH/BPLH bersama tim ahli dari berbagai bidang seperti kerusakan tanah, ekotoksikologi, hidrologi, dan penataan wilayah melakukan pengawasan terhadap sejumlah perusahaan dan bangunan di kawasan Puncak dan Sentul.
Baca juga: BUMN Pertambangan Diminta Serahkan Laporan Tahunan Tepat Waktu
Hasil verifikasi menunjukkan ada dua kategori pelanggaran lingkungan, yakni kegiatan yang dilakukan tanpa izin serta kegiatan yang memiliki izin tetapi menimbulkan dampak signifikan terhadap lingkungan.
Dalam kunjungan langsung ke lokasi terdampak di Desa Tugu Utara dan Pondok Pesantren Al Barosi, menegaskan bahwa KLH/BPLH akan bertindak tegas terhadap pembangunan ilegal dan kerusakan lingkungan di hulu Daerah Aliran Sungai (DAS) Ciliwung dan Cileungsi. Ia juga menegaskan pentingnya penegakan hukum lingkungan dan rehabilitasi menyeluruh di kawasan rawan bencana tersebut.
“Kami tidak bisa membiarkan pembangunan liar terus terjadi di kawasan rawan bencana tanpa pertimbangan lingkungan yang memadai,” imbuh Hanif.
Baca juga: Kawasan Pasar, Kuliner, dan Mal Wajib Kelola Sampah Mandiri
Ia berkoordinasi dengan Bupati Bogor untuk mengevaluasi dan mencabut persetujuan lingkungan terhadap sembilan usaha atau kegiatan yang izinnya tumpang tindih dengan PT Perkebunan Nusantara VIII. Selain itu, KLH/BPLH juga telah menerbitkan sanksi administratif berupa perintah pembongkaran dan penghentian kegiatan terhadap 13 perusahaan lainnya.
Dalam waktu dekat akan dilakukan pembongkaran terhadap empat tenant yang beroperasi di kawasan Agrowisata Gunung Mas, yakni CV Sakawayana Sakti, PT Taman Safari Indonesia, PT Tiara Agro Jaya, dan PT Prabu Sinar Abadi, yang seluruhnya bekerja sama dengan PT Perkebunan Nusantara I Regional 2.
KLH/BPLH juga mendorong evaluasi tata ruang secara menyeluruh dengan mengacu pada Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) sebagai dasar perencanaan wilayah.
Baca juga: Riset Bakteri Wolbachia Gantikan Kelambu untuk Kendalikan Malaria di Papua
“KLHS menjadi acuan penting agar tata ruang tidak bertentangan dengan daya dukung dan daya tampung lingkungan serta mampu mencegah bencana ekologis yang berulang,” jelas Hanif.
Discussion about this post