Ia memprediksikan ancaman banjir dan kekeringan pada musim tanam 2023 akan cukup tinggi, terutama di wilayah Jawa dan Sulawesi Selatan. Apabila tidak diantisipasi, potensi gagal panen akibat kekeringan dapat mencapai 60 ribu hektare. Sebab kekeringan dengan potensi penurunan produksi mencapai sekitar 500 ribu ton.
“Tapi La Nina menurunkan risiko kekeringan pada tanaman padi,” kata Pakar Klimatologi IPB University ini.
Sebab panen padi sudah banyak terjadi pada bulan Februari dan Maret 2023 sehingga proses tanam padi bisa langsung dilakukan kembali. Cara tersebut relatif dapat mengantisipasi ancaman kekeringan pada bulan Mei dan Juni. Selain itu masih ada surplus produksi dari Januari hingga Februari 2023 dibanding 2022 dan 2021 yang mencapai lebih dari tiga juta ton Gabah Kering Giling (GKG).
Baca Juga: Tiga Penyebab Longsor Natuna, 100 KK Korban Longsor Pulau Serasan Direlokasi
Upaya lain yang perlu dilakukan adalah melakukan optimalisasi pemanfaatan kalender tanaman (Katam) dan penyesuaian pada tingkat tapak. Pemetaan perkembangan luas tanam dan panen secara spasial dan regular dapat membantu penyesuaian informasi Katam ke tingkat tapak.
Pemberdayaan petani dalam pemanfaatan informasi prakiraan cuaca dalam penyesuaian pola usaha tani juga perlu didorong. Bantuan saprotan juga terus dialirkan dengan memperhatikan kondisi prakiraan. [WLC02]
Sumber: IPB University
Discussion about this post