Wanaloka.com – Sejak pertengahan 1990-an, Universitas Padjajaran (Unpad) telah melakukan kegiatan pengolahan sampah secara mandiri. Kegiatan tersebut untuk mengantisipasi kerusakan lingkungan akibat pembuangn sampah yang dibiarkan menggunung.
“Di Unpad, kegiatan ini implementasi dari Pola Ilmiah Pokok Unpad, yaitu Bina Mulia Hukum dan Lingkungan Hidup dalam Pembangunan Nasional,” jelas Kepala Pusat Keselamatan, Keamanan, dan Ketertiban Lingkungan Unpad Dr. Teguh Husodo saat ditemui di Tempat Pengelolaan Sampah Reuse-Reduce-Recycle (TPS3R) Unpad, Jatinangor pada 7 September 2023.
Sampah di Kampus Unpad berasal dari tiga sektor, yaitu perkantoran dan kelas, kantin, dan alam. Ada dua jenis limbah yang dihasilkan, yaitu limbah cair dan padat. Untuk limbah padat, operasional kampus Unpad Jatinangor menghasilkan rata-rata 3-5 ton sampah per hari. Dari jumlah tersebut, sekitar 60 – 70 persen merupakan limbah organik yang berasal dari serasah atau kotoran daun dan ranting kering, atau biasa disebut limbah alam. Kemudian 30 – 40 persen berasal dari limbah anorganik.
Baca Juga: Represi di Pulau Rempang, Koalisi Masyarakat Sipil: Batalkan PSN Rempang Eco-City Batam
Limbah anorganik dibagi menjadi beberapa kategori. Pertama, limbah yang masih memiliki nilai seperti botol plastik air kemasan, sisa dus atau kotak makanan, hingga kertas sisa aktivitas perkantoran. Kedua, limbah yang tidak memiliki nilai atau residu, seperti kantong kresek, stirofoam, pecahan kaca, dan sisa-sisa pembangunan. Ketiga, limbah lain yang dihasilkan adalah sisa makanan serta limbah B3 seperti batu baterai, lampu, dan rongsokan alat elektronik yang jumlahnya tidak sampai melebihi lima persen.
“Secara prinsip, untuk limbah organik dan anorganik, Unpad sudah mengelola dan mengolahnya secara mandiri,” kata Teguh.
Diolah Jadi Pupuk
Ada beberapa proses pengolahan sampah yang dilakukan di TPS3R Unpad. Untuk limbah organik, khususnya dari serasah, diolah dengan metode aerob dan anaerob. Pada proses aerob, serasah difermentasi dengan cara ditumpuk (dumping). Sebagian serasah yang sudah dilakukan proses aerob diambil untuk diolah ke proses anaerob. Pada proses ini, serasah dikombinasikan dengan sistem bokashi atau memasukkan unsur tambahan sebagai nutrisi dari limbah organik yang akan difermentasi.
Baca Juga: PLTU Suralaya Diklaim Penuhi Standar Pengelolaan Emisi
“Unsur tambahan itu berasal dari kotoran hewan sapi dan ayam dari kandang penelitian di kampus Unpad,” kata Teguh.
Limbah kotoran hewan itu dicampur, lalu difermentasi kurang lebih dua bulan. Kemudian dicampur dan disaring untuk dipilih yang halus dan kasar. Usai itu dikemas menjadi pupuk organik.
Pupuk organik itu dimanfaatkan mahasiswa untuk proses pemupukan di laboratorium ataupun pemupukan taman-taman di kawasan Kampus Jatinangor. Teguh mengakui, saat ini produksi pupuk masih terbatas sehingga stoknya masih terbatas untuk penggunaan di dalam kampus.
Baca Juga: Pramaditya Wicaksono, Guru Besar Termuda Peneliti Penginderaan Padang Lamun
“Pernah kita over produksi, lalu ditawarkan ke pedagang bunga di sekitar Jatinangor. Mereka bilang kualitas pupuknya baik,” kata Teguh.
Lantaran terbatas, tidak semua limbah serasah masuk ke TPS3R. Limbah yang tidak masuk, kemudian “dibuang” ke beberapa wilayah kampus, khususnya di area hijauan. Teguh memastikan aktivitas itu bukan dalam untuk membuang sampah sembarangan. Melainkan bagian dari proses fermentasi aerob.
“Kita buang di sana supaya proses aerobnya berjalan,” kata Teguh.
Untuk limbah sisa makanan, sebagian besar diambil menjadi pakan maggot yang dikelola mahasiswa Unpad. Sisanya menjadi campuran pada proses bokashi.
Discussion about this post