Tapioka juga dibutuhkan pada dunia industri, antara lain berupa bahan dasar gula cair, pengental, maupun perekat pada industri tekstil dan kertas.
Baca juga: Walhi Pastikan Target Iklim Second NDC Indonesia Semu, Gagal Menjawab Keadilan Iklim
Meski demikian, Joko mengingatkan kandungan bahaya sianida (HCN) yang terdapat dalam ubi kayu. Aturannya, singkong yang memiliki kadar asam sianida di bawah 50 mg/kg, aman untuk dikonsumsi secara langsung.
“Ubi kayu pahit biasanya memiliki kandungan HCN di atas 50 mg/kg. Biasanya tidak dikonsumsi langsung dan digunakan sebagai bahan baku industri seperti gaplek, pati, tepung, dan bioetanol,” jelas dia.
Masyarakat dapat memanfaatkan ubi kayu untuk diolah dalam beberapa kondisi. Seperti ubi kayu segar baik dengan atau tanpa kulit, ubi kayu setelah dikeringkan atau gaplek, tepung, serta tapioka.
Baca juga: Hutan Ulu Masen di Aceh Jadi Lokasi Riset Aksi Atasi Konflik Gajah dan Manusia
Dalam keadaan segar, masyarakat dapat memanfaatkan ubi kayu menjadi beragam olahan makanan tradisional. Sebut saja, lemet, getuk, rengginang, kue mangkok, wingko, brownis, tape, keripik, hingga mie ubi kayu.
Dalam kondisi setelah pengeringan atau disebut gaplek, ubi kayu setelah dikomposit dengan beberapa tepung lain dapat dimanfaatkan dalam pembuatan beras analog.
Selain produk olahan pangan, Joko mengungkap, ubi kayu berpotensi dikembangkan pada sektor industri lain, seperti pakan ternak dan bioetanol. Dengan pengolahan dan pemanfaatan yang tepat, ubi kayu bisa menjadi sumber daya unggulan daerah sekaligus mendukung ketahanan pangan nasional.
Ubi kayu menjadi salah satu komoditas pangan strategis beberapa daerah di Indonesia. Pada 2023, produksi nasional ubi kayu tercatat 16,76 juta ton dengan kontribusi signifikan dari Daerah Istimewa Yogyakarta sebesar 1,07 juta ton. [WLC02]
Sumber: BRIN
 
			





 
                                    
Discussion about this post