“Dampak dari aktivitas tambang dan dumping tentu sangat berpotensi mencemari laut,” ucap Wahyu.
Perlu diketahui, merujuk pada data Kementerian Kelautan dan Perikanan, bahwa jumlah nelayan tangkap di laut Jawa Timur pada tahun 2022 berjumlah sekitar 216.973 orang. Jumlah tersebut menurun dibandingkan jumlah nelayan tangkap di laut Jawa Timur pada tahun 2010, yakni sekitar 250.881 orang. Artinya, selama 12 tahun terakhir, Jawa Timur telah kehilangan sejumlah 33.908 orang.
“Penurunan ini salah satunya diakibatkan semakin menurunnya jumlah tangkapan nelayan, serta ketidakpastian harga ikan,” kata Fikerman Saragih dari Kiara.
Nelayan di Jawa Timur selama ini mengandalkan ikan seperti tongkol, lemuru, cakalang, tuna, kerapu dan aneka ikan karang lainnya. Lambat laun, tangkapan ikan mereka semakin menurun, terutama di Pesisir Utara Jawa. Penurunan tangkapan tersebut terjadi di sepanjang Pesisir Utara Jawa, terutama pada perairan di sekitar Madura, Probolinggo, Pasuruan, Surabaya, Gresik, Tuban hingga Banyuwangi.
“Melalui kaji cepat ini, kami menemukan beberapa hal yang problematik. Ada ketidaksinkronan antara aturan dalam Perda RTRW Jawa Timur. Satu sisi ingin memulihkan lingkungan, baik darat maupun laut, tetapi di sisi lain mengizinkan perusakan,” papar Fikerman.
Penting untuk dilihat, bahwa perencanaan ruang di Jawa Timur dinilai tertutup. Dokumen berkaitan tambang dan dumping limbah hingga saat ini sulit diakses. Padahal dalam UU PPLH Nomor 32 Tahun 2009 dan UU KIP Nomor 18 Tahun 2008 telah memandatkan dokumen yang berkaitan dengan lingkungan serta berdampak pada hajat hidup orang banyak harus dibuka untuk publik.
Walhi Jatim dan Kiara menyimpulkan, bahwa inkonsistensi kebijakan telah menjadi konsistensi dalam merusak alam khususnya laut. Sangat kontraproduktif dengan semangat pembangunan berkelanjutan hingga upaya membangkitkan peradaban maritim yang akhir-akhir ini terus digaungkan. Padahal merusak laut dengan pemberian konsesi tambang hingga mengizinkan membuang limbah ke laut adalah tindakan yang akan menghancurkan peradaban maritim itu sendiri.
Walhi Jatim dan Kiara menyerukan, bahwa jika pemerintah Indonesia, terutama Provinsi Jawa Timur ingin konsisten memulihkan laut, maka mereka harus menganulir rencana tambang pasir laut dan dumping limbah dalam perencanaan tata ruang mereka, serta konsekuen mendorong perlindungan ekosistem laut. [WLC02]
Sumber: Walhi Jawa Timur
Discussion about this post