Wanaloka.com – Hasil temuan Solidaritas Nasional untuk Rempang menunjukkan, bahwa mayoritas masyarakat di lima Kampung Melayu Tua masih konsisten menolak pembangunan pabrik kaca milik Perusahaan Xinyi Group di atas tanah adat seluas 2000 hektare. Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Riau menegaskan temuan fakta tersebut menegaskan, bahwa pernyataan Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia yang – mengatasnamakan dirinya sebagai orang kampung – mengklaim masyarakat Rempang bersedia dipindahkan ke lokasi lain di pulau yang sama secara sukarela adalah tidak mendasar.
“Masyarakat tetap menolak upaya penggusuran dan rencana pembangunan pabrik kaca dibatalkan. Pernyataan Bahlil yang mengklaim telah terjadi kesepakatan dengan masyarakat merupakan informasi menyesatkan. Masyarakat di lima kampung tua sampai hari ini masih bertahan menolak,” tegas Direktur Eksekutif Walhi Riau, Even Sembiring.
Apalagi investasi asal negeri Tiongkok sudah menggerakkan negara dengan kekuatan represifnya berupaya menggusur, tanpa dasar legalitas jelas, tanpa sertifikat hak pengelolaan dan dokumen Amdal.
Rencana penggusuran 11 Kampung Melayu Tua di Rempang dan mengusik 5 Kampung Melayu Tua lainnya di Pulau Galang dan Galang Baru diduga telah dimodifikasi. Pemerintah bersama BP Batam dan instansi lainnya akan fokus pada penggusuran tahap I di lokasi calon pabrik kaca akan dibangun. Lokasi Tahap I penggusuran di Pulang Rempang berada di Kampung Belongkeng, Kampung Pasir Panjang, Kampung Sembulang Tanjung, Kampung Sembulang Hulu, dan Kampung Pasir Merah.
Baca Juga: Sakti Azhar Siregar: Proyek Biogas dari Limbah Cair Jadi Sumber Energi Terbarukan
Selain menggusur, Pemerintah merencanakan kelima komunitas masyarakat lima Kampung Melayu Tua tersebut akan dipindahkan ke Kampung Tanjung Banun. Rencana penggusuran dan pemindahan tersebut juga belum dikomunikasikan dengan masyarakat Kampung Tanjung Banun.
Sementara Bahlil mengaku telah bertemu perwakilan tokoh masyarakat Rempang dan mendiskusikan rencana relokasi masyarakat di lima kampung yang akan dipindahkan ke kampung lain sejauh sekitar 3 km. Menurut Even, Bahlil tidak boleh mengambil keputusan hanya dari 1-2 orang tokoh. Apalagi bukan tokoh yang berasal dari lima kampung yang akan digusur.
Tokoh yang diklaim Bahlil malah menyatakan hal berbeda kepada masyarakat yang berada di beberapa Posko Bantuan Hukum dan Posko Kemanusiaan. Berdasarkan keterangan masyarakat, tokoh tersebut hanya mengomunikasikan dan menyerahkan keputusan kepada masyarakat. Berbeda dengan yang disampaikan Bahlil.
Baca Juga: Delapan Tahun Mengorbit, Misi Satelit LAPAN-A2 untuk Komunikasi Bencana
“Dialog tidak pernah dilakukan. Di rekaman yang beredar mengabaikan suara perempuan kampung yang protes padanya. Sikap ngotot Bahlil dan klaim-klaimnya hanya membuat luka dan suasana traumatis masyarakat dan perempuan akibat tindakan represif dan intimidasi selama ini semakin dalam. Basa basi sebagai orang kampung, tapi berpihak pada investasi, tidak mendengar, dan terus bertutur tanpa sandaran data yang jelas, bukan adab timur, bukan adab orang kampung, bukan adab orang Melayu,” kata Even.
Even juga menyampaikan, Walhi bersama tim advokasi lainnya telah bertemu dengan lebih banyak masyarakat Rempang dibanding yang dilakukan Bahlil.
“Kami juga telah mengumpulkan bukti-bukti penolakan yang dibuat warga. Kemudian kami sebarkan melalui akun media sosial agar pemerintah dan publik tahu bahwa masyarakat tetap ingin mempertahankan kampung-kampungnya dan menolak penggusuran,” ujar Even.
Discussion about this post