Wanaloka.com – Walikota Yogyakarta Hasto Wardoyo berkunjung ke Gedung Pusat Universitas Gadjah Mada, Kamis, 6 Maret 2025. Bersama Rektor UGM, Ova Emilia bersepakat untuk berkolaborasi merancang strategi yang lebih efektif dalam pengelolaan sampah di Kota Gudeg itu. Mengingat hingga saat kini, persoalan sampah masih dalam kondisi memprihatinkan sehingga perlu mencari solusi inovatif dan berkelanjutan.
Hasto menyoroti tantangan utama dalam pengelolaan sampah di Yogyakarta saat ini, meliputi peningkatan volume sampah, keterbatasan lahan yang dapat digunakan sebagai Tempat Pembuangan Akhir (TPA), serta perlunya peningkatan kesadaran masyarakat dalam memilah sampah sejak dari sumbernya.
“Jika bicara industrialisasi dalam tata kelola sampah, maka skalanya harus besar. Itu yang saya kira penting dan menarik,” kata Hasto.
Sebab dalam satu hari, Yogyakarta menghasilkan minimal 300 ton sampah dan meningkat ketika musim liburan.
“Saya ingin 46 depo sampah di Kota Jogja harus bersih saat 100 hari kerja saya,” jelas Hasto.
Ia bercerita tentang upaya yang telah dilakukan dalam penanganan sampah, seperti pengalihan anggaran untuk pengadaan gerobak sampah. Serta mendorong pengelolaan sampah secara mandiri oleh pelaku usaha agar mereka hanya menghasilkan sampah residu yang tidak membebani depo sampah yang digunakan warga.
Namun usaha-usaha tersebut dirasa kurang maksimal sehingga membutuhkan bantuan universitas, baik dalam hal teknologi tepat guna, penyusunan kebijakan, dan pengedukasian masyarakat terutama dalam hal pemilahan.
“Tiga poin utama yang kami kira perlu detailkan dalam kerja sama ini, dari substansi keilmuan, tata kelola, hingga ke industrialisasinya seperti apa,” ujar Hasto.
Konektivitas pengolahan sampah belum jalan
Pakar pengelolaan sampah UGM, Prof. Wiratni berbagi best practice terkait teknologi maupun manajemen pengelolaan sampah yang sudah dilakukan UGM. Menurut dia, jika dibandingkan masa lalu, teknologi pengelolaan sampah saat ini sudah banyak mulai dari yang sederhana hingga adiluhung.
“Jadi kami itu hanya butuh orkestrasi dari semua alat itu, tidak sepotong-potong. Nah, yang membuat pengolahan sampah Pak Hasto tidak berhasil karena konektivitas antara semuanya belum jalan,” ungkap Wiratni.
Permasalahan sampah Kota Yogyakarta dari hulu ke hilir, bahwa separuh dari 300 ton sampah per hari yang dihasilkan masyarakat adalah sampah organik yang berasal dari rumah tangga. Jika sampah organik tersebut terangkut ke gerobak sampah yang telah disediakan pemkot, maka akan membedakan proses selanjutnya.
Langkah pertama yang bisa dilakukan adalah mencari cara agar sampah organik tersebut tidak keluar dari rumah.
“Nah, pasti nanti pada protes kalau tidak ada lahan untuk mengolahnya. Biopori juga tidak menjadi solusi, karena warga biasanya malas ngeduk (menggali),” kata Dosen Departemen Teknik Kimia ini.
Alternatifnya, bisa pakai ember tumpuk. Praktik ini sudah dibuktikannya di sekitaran Kali Code. Satu rumah tangga cukup satu ember. Hasilnya nanti berupa cairan yang bisa digunakan untuk pupuk.
Jika separuh dari persoalan sampah bisa selesai di dalam rumah, maka akan mengurangi beban depo sampah yang ada di Kota Jogja. Teknik composting seperti yang dilakukan di Fakultas Teknik dan PIAT juga bisa dilakukan untuk sampah sapuan daun yang diolah menjadi pupuk kompos.
Discussion about this post