Tanam pohon cabe jamu
Hutan mahasiswa tersebut akan menjadi model pembelajaran di hutan yang mereka kelola sendiri. Para mahasiswa bisa mendokumentasikan pengetahuan, bisa praktek, membuat skripsi, penelitian dan lain-lain. Dengan mengusung konsep agroforestry berteknologi, para mahasiswa kehutanan diharapkan bisa bekerjasama dengan Fakultas Pertanian.
“Di sini ada kopi, ada cabe jamu yang bisa dikerjasamakan dengan teman farmasi. Harapannya bisa membangun satu kesatuan, sehingga mereka bisa saling belajar melalui alam ini,” kata Djoko.
Baca juga: Etty Riani, Kontaminasi Mikroplastik di Perairan di Indonesia Belum Bisa Disebut Pencemaran
Ia mencontohkan, dari 11 ribu cabe jamu yang ditanam saat ini, tahun depan bisa panen dan diperkirakan bisa mendatangkan pemasukan Rp40-50 juta per bulan. Pembagiannya tergantung masyarakat dan mahasiswa.
Kepala Dukuh Ngasinan Desa Ngancar, Ita Puspitasari mengatakan keberadaan hutan ini akan membuat warga Ngasinan bisa mendapat lebih banyak manfaat nilai ekonomi.
“Kamipun bisa belajar banyak agar hutan ini tetap terjaga, karena masyarakat juga bergantung hidup dari hutan,” ucap dia.
Baca juga: Fraksi Demokrat Minta Menhut Tunjukkan Lokasi 20,6 Juta Ha untuk Pangan dan Energi
Mahasiswa Fakultas Kehutanan UGM, Raymond Adiputra menjelaskan dari 30 hektar yang dikelola di Petak 30 akan dikelola seluas 8 hektare untuk tahap awal. Lahan tersebut akan ditanami berbagai jenis pohon, seperti cabe jamu, kopi, kemiri, nangka, dan gamal.
Tahun ini, hutan mahasiswa diharapkan dapat menanam sebanyak 18.498 bibit di lahan seluas 30 hektare dengan skema agroforestri dan jenis tanaman yang dapat dimanfaatkan masyarakat desa. Antara lain jenis kopi, di sebelah perbatasan tanaman tebu dan jati ditanami pohon nangka dan kemiri, di sebelahnya ada cabe jamu, gamal.
“Hadi tanaman semacam ini akan bisa dimanfaatkan masyarakat untuk peningkatan kesejahteraan,” imbuh dia. [WLC02]
Sumber: UGM
Discussion about this post