Wanaloka.com – Mayoritas sungai dan air tanah di Yogyakarta mempunyai kualitas buruk. Salah satu kasus pencemaran air dengan tingkat yang masif terjadi di sekitar Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Piyungan di Kabupaten Bantul, DI Yogyakarta sehingga memengaruhi kualitas air. Hingga hari ini, sumber air warga tidak dapat dikonsumsi. Warga menggunakan air sumurnya hanya untuk mencuci dan mandi.
“Namun tidak menggunakannya untuk memasak dan minum, karena telah tercemar air lindi,” kata Kepala Divisi Kampanye Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Yogyakarta, Elki Setiyo Hadi dalam siaran tertulis tertanggal 25 Mei 2024.
Menurut dia, persoalan tersebut merupakan kelindan antara pengelolaan air di Yogyakarta yang buruk ditambah bertambah dengan permasalahan tata kelola sampah yang juga buruk. Sampah-sampah organik yang tidak dikelola telah menimbulkan air lindi dan mencemari sungai dan air tanah milik warga.
Baca Juga: Teknologi PV-SWRO UGM Atasi Kelangkaan Air Bersih di Pesisir dan Pulau Kecil
Masyarakat yang tinggal di TPA Piyungan menjadi kelompok yang paling terdampak. Air lindi telah mencemari sumber air tanah warga, sehingga warga di sekitar TPA Piyungan tidak dapat menggunakan airnya untuk minum dan kebutuhan sehari-hari.
“Pencemaran air di sana telah di atas ambang batas,” imbuh Elki.
Pencemaran air tersebut telah menjadi masalah karena beberapa warga di sana mengalami gangguan kesehatan. Tingginya kandungan klorin dalam sumur-sumur warga akibat pencemaran air lindi berpotensi sebagai penyebab stroke warga. Zat-zat pencemar lain pada air lindi juga berpotensi menimbulkan penyakit lain.
Baca Juga: Selamatkan Ekosistem Danau!
Penutupan TPA Piyungan yang dilakukan oleh pemerintah daerah merupakan langkah tepat. Namun, penutupan TPA Piyungan masih menimbulkan berbagai pencemaran lingkungan yang mengancam kesehatan warga. Pemerintah daerah mempunyai tanggungjawab melakukan pemulihan atas kerusakan lingkungan yang terjadi.
Berdasarkan permasalahan tersebut, Walhi Yogyakarta mendorong pemerintah untuk empat kebijakan. Pertama, segera membuat pengelolaan air lindi guna mencegah semakin masifnya pencemaran akibat air lindi. Kedua, melakukan pengelolaan sampah yang komprehensif sehingga tidak membuat pencemaran semakin luas.
Ketiga, forum-forum seperti World Water Forum (WWF) harus ikut mendorong negara-negara seperti Indonesia membangun konsep pengelolaan air dengan prinsip berkeadilan. Keempat, ada pemulihan lingkungan terhadap kawasan yang berdampak krisis air seperti di Piyungan.
Baca Juga: Teknologi Memanen Air Hujan dan Restorasi Sungai UGM Atasi Krisis Air
Belajar dari TPST Bantar Gebang
Pencemaran limbah lindi terhadap air bersih warga di kawasan TPA Piyungan adalah salah satu contoh pengelolaan persampahan yang buruk. Sementara tanggal 4 Maret 2024 lalu, mahasiswa program studi Rekayasa Infrastruktur Lingkungan (RIL) Institut Teknologi Bandung (ITB) 2021 melaksanakan kuliah lapangan ke TPST (Tempat Pengolahan Sampah Terpadu) Bantar Gebang. Kuliah lapangan ini merupakan bagian dari perkuliahan mata kuliah Perancangan Persampahan dan Pra Rancang Landfill.
Pelaksanaan kegiatan kuliah lapangan itu bertujuan agar mahasiswa prodi Rekayasa Infrastruktur Lingkungan (RIL) ITB mendapatkan pengalaman lebih dengan melihat kondisi lapangan dari infrastruktur persampahan di Indonesia. Harapannya, kelak dapat dijadikan acuan dalam merancang infrastruktur persampahan.
Discussion about this post