Akmal mengatakan survei studi populasi anggrek ini dilakukan di hutan kecil yang berlokasi di Kecamatan Playen, Kabupaten Gunungkidul. Lokasinya berada pada ketinggian 192-211 mdpl yang tergolong dataran rendah. Pada populasi tersebut, ditemukan sebanyak 103 individu Dendrobium capra yang hidup secara epifit, yaitu menempel pada pohon mahoni (Swietenia sp.) dan pohon jambu air (Syzygium sp.).
Lewat penelitian ini, tim berharap anggrek Dendrobium capra dapat diselamatkan dari ancaman kepunahan dengan memantau kondisi di habitat alaminya.
“Data ini juga dapat digunakan untuk menyusun strategi konservasi lebih lanjut,” kata Akmal.
Baca Juga: Usai Tak Digunakan, Kantong Kemasan Casspa Pouch Bisa Jadi Pupuk
Ia menambahkan produk barcode dapat disetorkan ke basis data genetik publik seperti The National Center for Biotechnology Information (NCBI) sebagai identitas resmi Dendrobium capra secara molekuler. Hal ini penting dilakukan karena sekuens tersebut belum tersedia dalam database dan diperlukan untuk memudahkan proses identifikasi Dendrobium capra yang semakin langka.
“Kami berharap dengan adanya penelitian ini dapat menjadi salah satu upaya dalam melestarikan biodiversitas Indonesia, khususnya anggrek Dendrobium capra sebagai salah satu puspa pesona Indonesia agar tidak mengalami kepunahan,” imbuh dia.
Mengingat data National Geographic Indonesia tahun 2019 menyebut Indonesia menduduki urutan keenam sebagai negara yang mengalami penurunan biodiversitas tertinggi di dunia. Akibatnya, banyak spesies mengalami ancaman kepunahan. [WLC02]
Sumber: UGM
Discussion about this post