Baca juga: Aksi Tanam Pohon di 16 Geosite Jelang Revalidasi Danau Toba
Seperti diketahui, insiden longsor di area tambang batu alam Gunung Kuda itu terjadi pada 30 Mei 2025 sekitar pukul 10.00 WIB. Tebing tambang tiba-tiba runtuh, menimbun para pekerja yang tengah menjalankan aktivitas penambangan. Musibah ini terjadi di kawasan dengan kontur lereng sangat curam dan kondisi geologis yang rapuh akibat proses pelapukan.
Aktivitas penambangan diketahui menggunakan teknik yang memperlemah struktur lereng dan memperparah risiko bencana. Polisi telah menetapkan dua tersangka, yakni Ketua Koperasi Al-Azariyah berinisial AK selaku pemilik tambang dan Kepala Teknik Tambang AR yang bertugas sebagai pengawas operasional di lapangan.
Keduanya terbukti tetap menjalankan kegiatan pertambangan, meski telah menerima surat larangan dari Dinas Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) setempat. Larangan itu diterbitkan pada 8 Januari 2025 dan diperkuat dengan surat peringatan kedua pada 19 Maret 2025, karena kegiatan tambang belum mendapat persetujuan Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB).
Baca juga: Pakar IPB Sebut Metode Penggalian Sebabkan Longsor Tambang Gunung Kuda
Abdullah pun menyoroti proses hukum yang saat ini hanya menargetkan pelaku di lapangan. Menurut dia, penanganan hukum harus menyasar seluruh pihak yang terlibat, termasuk pejabat daerah dan aparat pengawas yang diduga melakukan pembiaran.
“Kalau ada aparat atau pejabat yang tahu tapi membiarkan, itu harus diproses juga. Jangan cuma pengusaha tambang yang dikorbankan. Sementara yang mestinya menjaga malah cuci tangan,” tegas Abdullah.
Legislator yang kerap disapa Mas Abduh itu juga menekankan pentingnya menjaga prinsip keadilan dalam penegakan hukum. Ia menyebut ketimpangan dalam proses hukum bisa merusak kepercayaan publik terhadap institusi negara.
Baca juga: Serukan Penyelamatan Raja Ampat dari Tambang, Aktivis Greenpeace Indonesia Ditangkap
“Kita tidak sedang bicara tambang legal atau ilegal saja. Kita bicara tentang nyawa orang, tanggung jawab negara, dan integritas aparat hukum. Hukum tidak boleh tajam ke bawah, tumpul ke atas. Itu prinsip yang harus dijaga,” ujar dia.
Lebih lanjut, Anggota Komisi Hukum DPR itu mendorong Pemerintah dan aparat penegak hukum melakukan evaluasi menyeluruh terhadap sektor pertambangan. Khususnya, terkait perizinan dan mekanisme pengawasan.
“Kita butuh reformasi pengawasan tambang. Kalau model sekarang dibiarkan, kasus seperti Gunung Kuda bisa terulang di daerah lain,” jelas Legislator dari Dapil Jawa Tengah VI itu.
Baca juga: Libur Panjang Akhir Pekan, Wisatawan Tinggalkan Gunungan Sampah di Kawah Ijen
“Jangan sampai korban nyawa jadi rutinitas karena sistem yang rusak tapi tak diperbaiki,” tambah dia.
Abduh juga menyampaikan belasungkawa kepada para keluarga korban longsor di Gunung Kuda.
“Para pekerja ini hanya sedang berusaha mencari nafkah untuk keluarga mereka. Pihak perusahaan tambang harus memberikan pertanggungjawaban, termasuk kompensasi bagi keluarga pekerja yang menjadi korban,” pungkas dia. [WLC02]
Discussion about this post