Wanaloka.com – Jauh hari, Executive Director Regional Fire Management Resource Center-Southeast Asia (RFMRC-SEA) IPB University, Prof. Bambang Hero Saharjo menyoroti berbagai tantangan serius dalam pengendalian kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di Indonesia.
Dalam presentasinya yang bertajuk “Evidence Based Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan”, ia memaparkan kondisi mengkhawatirkan kebakaran global. Mengutip pernyataan Direktur Divisi Kehutanan Lembaga Pangan dan Pertanian Dunia (Food and Agriculture Organization/FAO), bahwa luas karhutla mencapai 300 juta hektare, sehingga merupakan angka yang sangat mengejutkan.
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan saat itu telah melaporkan kepada Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Perubahan Iklim (United Nations Framework Convention on Climate Change/UNFCCC) pada tahun 2022. Bahwa emisi gas rumah kaca (GRK) dari kebakaran gambut merupakan salah satu kontributor penting emisi yang dihasilkan dari Penggunaan Lahan, Perubahan Penggunaan Lahan, dan Kehutanan (Land Use, Land-Use Change, and Forestry/LULUCF) yang mencapai 50,13 persen.
Baca juga: Hasil Tinjauan BNPB, Kebakaran Lahan dan Hutan Terjadi di Seluruh Wilayah Riau
“Karena itu, pengendalian karhutla harus serius dilakukan,” kata Bambang di hadapan 300 peserta Rapat Kerja Teknis Pengendalian Kebakaran Hutan Tahun 2025 yang diselenggarakan Direktorat Pengendalian Kebakaran Hutan, Direktorat Jenderal Penegakan Hukum, Kementerian Kehutanan beberapa waktu lalu.
Terlebih, situasi semakin menantang pada masa depan. Berdasarkan laporan United Nations Environment Programme (UNEP) tahun 2022, extreme fires diprediksi akan meningkat 14 persen pada tahun 2030, 30 persen pada tahun 2050, dan 50 persen pada tahun 2100.
Discussion about this post