Wanaloka.com – Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) memprakirakan sepanjang tahun 2024, gangguan iklim dari Samudra Pasifik yaitu ENSO akan berada pada fase El Nino Lemah – Moderat pada awal tahun 2024. Selanjutnya hingga akhir 2024 diprediksikan berada pada fase Netral.
“Dan kecil peluang untuk berkembang menjadi fenomena La Nina yang memicu anomali iklim basah,” kata Kepala BMKG Dwikorita Karnawati saat merilis “Climate Outlook 2024” atau “Pandangan Iklim 2024” pada 31 Desember 2023. Climate Outlook 2024 itu dapat digunakan Kementerian atau Lembaga, Pemerintah Daerah dan seluruh pihak untuk salah satu panduan dalam merencanakan dan menjalankan kegiatan pembangunan sektor terkait atau terdampak fenomena iklim.
Akibatnya, fenomena Indian Ocean Dipole (IOD) yang menyebabkan gangguan iklim dari Samudra Hindia, diprediksi akan berada pada fase Netral dari awal hingga akhir tahun 2024.
Baca Juga: Catahu KLHK 2023, Naik Turun Poin Perbaikan Kualitas Lingkungan Hidup
Berdasarkan dinamika atmosfer tersebut, Dwikorita menjelaskan, jumlah curah hujan tahunan pada 2024 diprediksikan umumnya berkisar pada kondisi normal. Namun terdapat beberapa wilayah yang diprediksikan dapat mengalami hujan tahunan di atas normal, yaitu di sebagian kecil Aceh, Sumatera Barat bagian selatan, sebagian kecil Riau, sebagian kecil Kalimantan Selatan, sebagian kecil Gorontalo, sebagian kecil Sulawesi Tengah, Sulawesi Barat bagian utara, sebagian kecil Sulawesi Selatan, sebagian kecil Papua Barat dan Papua bagian utara.
Selain itu, terdapat juga daerah yang diprediksi akan mengalami hujan tahunan di bawah normal, meliputi sebagian Banten, sebagian kecil Jawa Barat, sebagian kecil Jawa Tengah, sebagian Yogyakarta, sebagian kecil Jawa Timur, sebagian kecil Nusa Tenggara Timur, dan Papua bagian selatan.
Meskipun kemarau 2024 diprediksi berlangsung normal, tetapi terdapat wilayah yang berpotensi mengalami kekeringan karena secara iklim memang memiliki curah hujan yang rendah. Meliputi sebagian Lampung, sebagian Jawa, sebagian Bali, sebagian Nusa Tenggara Barat, sebagian Nusa Tenggara Timur dan Papua bagian selatan.
Baca Juga: BRIN Kembangkan Bioplastik Berbahan Dasar Pati dan Bekatul
Deputi Bidang Klimatologi BMKG Ardhasena Sopaheluwakan menambahkan, dalam pandangan iklim tersebut, BMKG juga menyertakan sejumlah rekomendasi umum untuk sektor-sektor terkait atau terdampak fenomena iklim tersebut. Antara lain melakukan langkah antisipatif terhadap potensi jumlah curah hujan tahunan 2024 yang melebihi rata-ratanya atau melebihi batas normalnya, yang dapat memicu bencana hidrometeorologi basah. Seperti banjir, banjir bandang dan tanah longsor, maupun potensi curah hujan di bawah normal yang dapat memicu kekeringan. Juga dampak lanjutan berupa kebakaran hutan dan lahan pada musim kemarau 2024.
Untuk meningkatkan optimalisasi fungsi infrastruktur sumber daya air di wilayah urban atau yang rentan terhadap banjir, Ardhasena mengingatkan untuk mempersiapkan kapasitas pada sistem drainase, sistem peresapan dan tampungan air, agar secara optimal dapat mencegah terjadinya banjir. Juga perlu dipastikan keandalan operasional waduk, embung, kolam retensi, dan penyimpanan air buatan lainnya untuk pengelolaan curah hujan tinggi saat musim hujan dan penggunaannya di saat musim kemarau.
“Terkait penanganan musim kemarau, meskipun kemarau 2024 diprediksi tidak sekering kemarau 2023, tetap perlu diwaspadai potensi kebakaran hutan dan lahan di tahun 2024,” kata Ardhasena.
Baca Juga: Catahu KLHK 2023, Rehabilitasi Hutan dan Lahan Capai 179 Ribu Ha
Khususnya pada periode kemarau pertama bulan Februari 2024 untuk wilayah pesisir Sumatera bagian Timur, maupun periode kemarau periode kedua mulai Mei 2024 untuk wilayah lainnya yang rawan karhutla.
Masuk Puncak Penghujan
BMKG memprediksi selama periode 31 Desember 2023 – 2 Januari 2024, hujan sedang hingga lebat berpotensi melanda wilayah Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau, Lampung, Bangka Belitung, Jambi, Sumatera Selatan, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Kalimantan Barat, Sulawesi Barat, Sulawesi Tengah, Papua Barat, dan Papua.
Dwikorita mengimbau masyarakat tetap waspada dan berhati-hati terhadap potensi cuaca ekstrem seperti angin puting beliung, hujan lebat disertai kilat/petir, hujan es, dan sebagainya. Dampak yang dapat ditimbulkan seperti banjir, tanah longsor, banjir bandang, genangan, angin kencang, pohon tumbang, dan jalan licin selama periode tersebut.
Discussion about this post