Wanaloka.com – Dua balita diketahui mengandung cacing gelang. Seorang balita R di Sukabumi, Jawa Barat meninggal pada 21 Juli 2025 dan seorang lagi dari Jember, Jawa Timur bisa ditangani dan diperbolehkan pulang pada April 2025 lalu. Atas kematian balita R, Kementerian Kesehatan menegaskan kemungkinan lain penyebab kematiannya, seperti meningitis tuberkulosis atau infeksi lain yang lebih berat.
Namun bagi Dosen parasitologi FK-KMK UGM Prof. Elsa Herdiana, dua kasus ini membuka mata bahwa cacingan masih menjadi ancaman nyata. Sekalipun di wilayah yang tidak tergolong tertinggal, terdepan, dan terluar.
Ia menilai kasus Sukabumi mencerminkan masalah kecacingan belum sepenuhnya terkendali di Indonesia. Kasus cacingan yang parah seharusnya tidak wajar terjadi di era sekarang, terlebih di daerah yang sudah dijangkau fasilitas kesehatan.
Baca juga: Potensial Gempa Besar, Sesar Lembang Bergerak 3,4 mm dan Gunung Batu Naik 40 cm
“Artinya, faktor risikonya masih ada, seperti sanitasi buruk, perilaku buang air besar di tempat terbuka, dan kurangnya kesadaran masyarakat,” ujar dia, Selasa, 2 September 2025.
Ia menjelaskan, cacingan dalam kasus R disebabkan cacing gelang (Ascaris lumbricoides) yang menular melalui tanah (soil-transmitted helminth). Sebagian besar kasus memang tidak bergejala karena infeksi ringan. Jika intensitas tinggi atau jumlah telur cacing yang tertelan banyak, maka kondisinya bisa menjadi berat.
“Cacing akan mengambil nutrisi dari tubuh inangnya. Jika dibiarkan, anak bisa mengalami malnutrisi, stunting, anemia, bahkan gangguan perkembangan kognitif,” jelas dia.
Baca juga: KLB Campak, Perluas Vaksinasi karena Risiko Penularan terhadap Anak Lebih Besar
Pada kasus berat, cacing juga dapat bermigrasi ke organ lain, sehingga memicu peradangan pada usus buntu, abses di hati, hingga terhambatnya gerakan peristaltik usus yang dapat berujung kematian.
Kaitan kecacingan dengan stunting dan gangguan kognitif pun tidak bisa diabaikan. Cacing mengambil zat gizi yang penting untuk pertumbuhan dan perkembangan otak anak, seperti protein, zat besi, zinc, serta vitamin.
“Kekurangan gizi pada periode seribu hari pertama bisa menghambat perkembangan otak,” tambah dia.
Baca juga: Walhi Desak Pemerintah dan DPR Minta Maaf secara Terbuka kepada Korban Represi Polisi
Menginfeksi lewat kontak tanah
Pakar Parasitologi Universitas Muhammadiyah (UM) Surabaya Vella Rohmayani menjelaskan, cacing gelang termasuk soil transmitted helminth (STH). Sebab parasite ini dapat menyebar atau menular melalui perantara tanah yang terkontaminasi telur maupun larva cacing.
“Cacing gelang termasuk golongan Nematoda usus. Cacing ini salah satu jenis cacing STH yang paling sering menginfeksi manusia,” ujar Vella, Rabu, 16 April 2025 lalu.
Sebab, cacing parasite STH dapat menginfeksi saat seseorang bersentuhan atau melakukan kontak langsung dengan tanah. Faktor risiko penularan penyakit ini lainnya adalah kondisi sanitasi yang kurang baik, pola hidup yang kurang bersih dan kurangnya pengetahuan masyarakat.
Baca juga: Ahmad Fauzi, Kerusakan Lingkungan Akibat Tata Kelola Kebijakan SDA Tak Matang
“Seseorang dapat terinfeksi kecacingan jika tidak sengaja menelan telur maupun larva cacing bersama makanan maupun minuman yang dikonsumsi,” jelas Dosen Prodi Teknologi Laboratorium Medis Fakultas Ilmu Kesehatan ini.
Selain itu kebiasaan tidak menggunakan alas kaki juga dapat menyebabkan seseorang dapat terinfeksi kecacingan. Sebab cacing dapat menembus kulit dan masuk ke dalam tubuh.
Anak-anak menjadi salah satu kelompok yang rentan terinfeksi parasite ini, karena mereka memiliki kecenderungan bermain pasir, bermain tanpa alas kaki. Namun sering kali kurang menjaga kebersihan tangan atau jarang mencuci tangan terlebih dahulu sebelum makan atau melakukan aktivitas lainnya.
Baca juga: Kearifan Lokal Kelekak, Siapa Menebang Pohon Wajib Menanam Kembali
Infeksi kecacingan umumnya bersifat tidak mematikan. Namu jika dibiarkan tanpa ada pengobatan akan menimbulkan berbagai masalah kesehatan yang serius, seperti gangguan pencernaan, anemia, menurunan berat badan hingga kematian.
Balita R meninggal dunia akibat sepsis
Dua kasus berbeda lokasi ini menimpa sesama balita dalam kurun Januari-Juli 2025. Balita di Jember datang dalam kondisi susah buang air besar dan perut buncit lantaran terinfeksi cacing gelang. Usai menjalani operasi dan perawatan, pasien sudah diperbolehkan pulang.
Sementara berdasarkan catatan Kemenkes, balita R yang meninggal dunia di RSUD Syamsudin Sukabumi telah menjalani perawatan intensif selama sembilan hari sejak 13 Juli 2025.
Baca juga: Kearifan Lokal Kelekak, Siapa Menebang Pohon Wajib Menanam Kembali
Discussion about this post