Wanaloka.com – Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Periode 2005-2010 dan 2010-2015, Din Syamsuddin berharap bisa bersikap husnuzon atau berbaik sangka atas pemberian konsesi tambang batu bara untuk ormas keagamaan seperti NU dan Muhammadiyah. Pemberian konsesi berdasarkan PP Nomor 25 Tahun 2024 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara itu dapat dinilai positif sebagai bentuk perhatian pemerintah kepada ormas keagamaan.
“Namun, itu sangat terlambat. Dan motifnya terkesan untuk mengambil hati. Suuzon (berburuk sangka) tak terhindarkan,” tukas Din dalam pernyataan tertulisnya tertanggal 4 Juni 2024.
Din berkisah, saat diminta menjadi Utusan Khusus Presiden untuk Dialog dan Kerja sama Antar Agama dan Peradaban yang kemudian dua kali ditolaknya, Din mempersyaratkan agar Presiden Joko Widodo menanggulangi ketidakadilan ekonomi antara kelompok segelintir orang yang menguasai aset nasional di atas 60 persen dengan umat Islam yang terpuruk dalam bidang ekonomi.
Baca Juga: Selama Awal Juni 2024, Gunung Lewotobi Laki-laki 17 Kali Erupsi
Namun Jokowi menjawab hal itu tidak mudah. Menurut Din itu mudah seandainya ada kehendak politik (political will).
“Yang saya mintakan hanya pemerintah melakukan aksi keberpihakan (affirmative actions) dengan menciptakan keadilan ekonomi. Tidak hanya memberi konsesi kepada pihak tertentu. Juga, agar mau menaikkan derajat satu-dua pengusaha muslim menjadi setara dengan taipan. Ini perlu agar kesenjangan ekonomi yang berhimpit dengan agama dan etnik tidak menimbulkan bom waktu bagi Indonesia,” papar Din.
Persyaratan yang tak dipenuhi itu menjadi alasan Din untuk memiih mundur. Dan kini, tiba-tiba kehendak politik itu muncul lewat Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Bahlil Lahadalia. Walau tidak ada kata terlambat, pemberian konsesi itu tidak dapat tidak mengandung masalah.
Baca Juga: Fahmy Radhi, WIUPK Membuat Ormas Keagamaan Terjerembab di Dunia Hitam Tambang
Pertama, pemberian konsesi tambang batu bara kepada NU dan Muhammadiyah tetap tidak seimbang dengan jasa dan peran kedua ormas Islam itu. Dan tetap tidak seimbang dengan pemberian konsesi kepada perusahan-perusahaan yang dimiliki kelompok segelintir tadi.
Satu perusahaan, seperti Sinarmas menguasai lahan seluas sekitar 5 juta hektar, meskipun tak semua tambang batu bara. Bahkan, Dunia Minerba Indonesia dikuasai beberapa perusahaan saja. Sumber Daya Alam Indonesia sungguh ‘dijarah secara serakah’ oleh segelintir orang yang patut diduga berkolusi dengan pejabat.
Kedua, pemberian tambang batu bara dilakukan di tengah protes global terhadap energi fosil sebagai salah penyebab perubahan iklim dan pemanasan global. Din diminta untuk mewakili Islam meletakkan petisi kepada Sekjen PBB agar pada 2050 tidak ada lagi energi fosil. Jadi besar kemungkinan yang akan diberikan kepada NU dan Muhammadiyah adalah sisa-sisa dari kekayaan negara.
Discussion about this post