“Aksi di Jogja ini bukan sekadar perjalanan fisik, melainkan refleksi spiritual dan politik. Sumbu ini bukan hanya poros tata ruang kota, melainkan juga poros kosmologis yang merepresentasikan keseimbangan antara manusia, alam, dan spiritualitas,” papar Muhammad Raafi dari Climate Rangers Jogja sekaligus Koordinator Draw the Line Jogja.
Baca juga:Musim Penghujan 2025-2026 Datang Lebih Cepat
Sementara Koordinator Jaringan Masyarakat Peduli Iklim (Jampiklim), Arami Kasih yang juga salah satu pengorganisir Draw the Line Jogja, dalam konteks gerakan iklim, penelusuran ini dimaknai sebagai refleksi keterhubungan manusia dengan alam sekaligus penegasan garis simbolik (draw the line). Bahwa kerusakan ekologi tidak boleh dibiarkan. Draw the Line Jogja ini menjadi aksi simbolik menjaga harmoni bumi, manusia, dan kebudayaan.
Sebagai Budayawan, Daud Tanudirjo, yang juga turut serta dalam Draw the Line Jogja hari ini mendukung penuh aksi ini.
“Karena memiliki kesesuaia dengan nilai-nilai Sumbu Imajiner dan Sumbu Filosofi Jogja, yang menititikberatkan keharmonisan antara manusia, alam, dan spiritual,”kata dia.
Baca juga: Tumpukan Sampah dan Krisis Tutupan Hutan Perparah Banjir di Bali
Melalui aksi Draw the Line Jogja ini, para aktivis iklim menuntut Presiden Prabowo membawa komitmen iklim yang lebih ambisius dalam pidatonya di PBB pada 23 September depan. Dalam tuntutan mereka, presiden didesak agar segera merealisasikan janjinya, yaitu transisi 100 persen energi terbarukan pada 2035, dengan menuangkannya ke dalam Second Nationaly Determined Contribution (SNDC) yang akan dikumpulkan pemerintah Indonesia pada tanggal 20 September minggu depan.
Selain itu, aksi ini juga menuntut presiden dan para pembuat kebijakan untuk segera: mengesahkan RUU Keadilan Iklim dan RUU Masyarakat Adat, menghentikan kriminalisasi aktivis dan intimidasi terhadap masyarakat, serta memajaki para superkaya dan perusak lingkungan demi mendanai transisi energi bersih.
“Indonesia harus berdiri di garis depan solusi iklim dan keadilan, bukan di sisi perusak dan pelaku kejahatan. Inilah waktunya kita bersama-sama menarik garis: melawan ketidakadilan, ketimpangan, dan bencana ekologi. Dunia ini milik kita, dan masa depan harus ditentukan dengan keberanian,” tambah Raafi. [WLC02]







Discussion about this post