Wanaloka.com – Fenomena pergerakan tanah terjadi di Desa Ratamba, Kecamatan Pejawaran, Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah sejak 21 – 22 Januari 2025 lalu. Gerakan tanah itu mengakibatkan rayapan (amblesan) pada jalan penghubung antara Kecamatan Pejawaran dan Kecamatan Batur.
Hasil kaji cepat sementara, terdapat lima titik rekahan dengan kedalaman amblesan 70 hingga 200 sentimeter. Perkembangan rekahan itu berurutan dari area ketinggian bagian timur menuju lereng ke arah barat.
Data sementara per Jumat, 31 Januari 2025, peristiwa gerakan tanah itu telah mengakibatkan kerusakan di jalan kabupaten, 16 rumah warga rusak berat, 39 rumah terancam dan menyebabkan kerusakan jaringan listrik.
Baca juga: Cara Mengenali dan Membebaskan dari Rip Current di Pantai
Sementara data laporan visual menunjukkan beberapa rumah roboh dan terbenam ke dalam tanah hingga setengah bangunan. Ada juga sejumlah rumah yang rata dengan tanah hanya menyisakan atapnya saja. Kondisi jalan kabupaten pun mengalami keretakan dan mustahil dilewati kendaraan roda empat atau lebih.
Pergeseran lapisan tanah terus terjadi
Hasil pemantauan gerakan tanah pada 25 Januari 2025 oleh Dinas Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Jawa Tengah, bahwa pergeseran lapisan tanah terus terjadi. Itu ditunjukkan dengan kondisi jarak antar rumah semakin menumpuk dan bagian rumah yang terbenam.
Perkembangan pergerakan tanah juga semakin menggerus dengan kedalaman rata-rata kurang lebih 3 meter. Kemudian panjang pergerakan yang awalnya dari 2 meter menjadi 5 meter serta dijumpai singkapan lapisan batu lempung yang diduga menjadi batuan dasar sebagai bidang gelincir.
Baca juga: Kritik Izin Tambang untuk Kampus, DPR Janjikan Tampung Aspirasi Publik
Di sisi lain, dijumpai genangan air dari akumulasi beberapa mata air yang tertangkap pada lapisan lempung sehingga terjadi genangan pada permukaan.
Curah hujan tinggi jadi faktor pemicu
Berdasarkan hasil analisa sementara, beberapa faktor pemicu terjadinya pergerakan tanah tersebut meliputi curah hujan tinggi yang telah menyebabkan tanah menjadi jenuh air dan mudah bergerak ke tempat yang lebih rendah.
Hasil pantauan dan analisis Stasiun Klimatologi Kelas I Jawa Tengah pada dasarian II Januari 2025, curah hujan di Banjarnegara dan beberapa wilayah lain di Jawa Tengah berada di atas 300 milimeter, sehingga termasuk kriteria sangat tinggi.
Baca juga: Walhi Gelar Fellowship Jurnalis tentang Krisis Lingkungan di Pesisir Jawa Tengah
Kondisi ini sekaligus menjadi salah satu faktor pemicu kejadian bencana hidrometeorologi basah yang bertubi-tubi di sejumlah wilayah di Jawa Tengah. Meliputi banjir dan tanah longsor di Pekalongan dan Kendal, juga banjir di Grobogan dan Demak pada periode yang sama.
Jika ditarik garis lurus, maka jarak antara Desa Ratamba dengan Desa Kasimpar, Kecamatan Petungkriyono yang menjadi lokasi bencana tanah longsor di Kabupaten Pekalongan dengan korban jiwa 25 orang itu hanya terpaut jarak 30 kilometer saja. Artinya, bisa dikatakan curah hujan yang sangat tinggi terkonsentrasi di wilayah tersebut saat itu.
Selain curah hujan, faktor pemicu gerakan tanah selanjutnya adalah saluran drainase dan sungai yang dibangun belum sepenuhnya menggunakan material kedap air sehingga terjadi peresapan air. Hasil temuan fakta di lapangan, jalan penghubung Kecamatan Pejawaran-Kecamatan Batur dibangun di atas batu lempung formasi Kalibiuk (Tpb), lapisan batu lempung (lapisan impermeabel).
Discussion about this post