Prabowo juga memilih sejumlah orang dengan rekam jejak bermasalah dalam kebijakan lingkungan untuk mengisi kabinetnya. Misalnya Bahlil Lahadalia yang diberitakan terlibat kisruh pencabutan izin pertambangan saat masih menjabat sebagai Menteri Investasi. Bahkan Prabowo menarik Zulkifli Hasan, yang saat menjabat Menteri Kehutanan melepaskan kawasan hutan untuk korporasi pada skala terluas dalam sejarah Indonesia.
Baca Juga: KKP akan Adopsi Pengelolaan Sedimentasi Laut Perairan Morodemak di Pesisir Lain
Baru-baru ini, dalam kapasitasnya sebagai Menteri Perdagangan, Zulkifli Hasan juga menerbitkan aturan yang memuluskan ekspor pasir laut bersama Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono—juga calon anggota kabinet Prabowo. Ada sejumlah nama lain dalam bursa kandidat anggota kabinet Prabowo yang ditengarai memiliki konflik kepentingan dalam pengelolaan sumber daya alam.
“Meski tak bisa banyak berharap, sebagai masyarakat sipil kita perlu terus mengawasi pemerintahan Prabowo-Gibran. Kita perlu terus bersuara agar mereka menghentikan watak pembangunan ekstraktif yang merusak lingkungan hidup, melanggar HAM, dan merugikan masyarakat,” tegas Ketua Kelompok Kerja Politik Greenpeace Indonesia, Khalisah Khalid.
Pelantikan Prabowo-Gibran berlangsung satu hari sebelum Konferensi Para Pihak ke-16 tentang Konvensi Keanekaragaman Hayati (CBD COP16) di Kolombia. Sebagai negara yang sudah meratifikasi Konvensi Keanekaragaman Hayati, Indonesia mesti serius dan terlibat aktif dalam konferensi dua tahunan itu. Indonesia tidak boleh menunda lahirnya keputusan untuk perlindungan keanekaragaman hayati di Indonesia dengan alasan transisi pemerintahan.
Baca Juga: Status Gunung Api Iya Waspada, Letusan Bisa Akibatkan Longsoran ke Laut
Dari berbagai tempat di dunia, termasuk dari Jakarta dan Sangihe-–pulau kecil di Sulawesi Utara yang terancam tambang, Greenpeace menyerukan pesan-pesan penyelamatan keanekaragaman hayati dan lingkungan hidup.
“Kami juga mendesak pengakuan, penghormatan, dan pelindungan hak-hak masyarakat adat dan lokal—dua komunitas yang selama ini berperan penting menjaga keanekaragaman hayati. Sepuluh tahun pemerintahan Jokowi menelantarkan RUU Masyarakat Adat, tapi menerbitkan sejumlah undang-undang yang menguntungkan oligarki. Tak banyak pilihan bagi kita, selain terus bersuara melawan oligarki yang mengancam keberlanjutan Bumi,” seru Khalisah. [WLC02]
Sumber: Greenpeace
Discussion about this post