“Terpaksa beralih profesi menjadi buruh pabrik yang memiliki keterbatasan masa produktif serta upah yang tidak sesuai,” imbuh Pengkampanye Eksekutif Daerah Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Sulawesi Tengah, Yusman.
Baca Juga: Kritik Walhi Gorontalo, Pemda Lamban Atasi Bencana Ekologis di Gorontalo yang Berulang
Sejak PT IHIP mulai membangun kawasan industrinya, berbagai macam problem terjadi. Seperti melakukan reklamasi pantai untuk pembangunan terminal khusus (tersus) seluas 40 Ha di Desa Tondo dan Ambunu yang menggerus pencaharian 115 orang nelayan rumput laut.
Kegiatan reklamasi tersebut juga tidak memiliki izin sehingga areal reklamasi disegel oleh Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan Kementerian Kelautan dan Perikanan (Ditjen PSDKP KKP) karena melanggar UU Nomor 32 Tahun 2009. Namun proses pembangunan terus terus berlangsung, meskipun ada plang penyegelan.
“Kami menilai perusahaan asal Tiongkok ini seperti ada yang membekingi,” kata Yusman.
Baca Juga: Tower Pemantau Gas Rumah Kaca di Jambi Tekan Laju Perubahan Iklim
Sebab pemerintah seolah tutup mata dan tidak berdaya atas semua tindakan pelanggaran yang dilakukan PT IHIP, seperti perampasan tanah secara sepihak, merusak lingkungan, dan reklamasi pantai secara ilegal.
Berdasarkan situasi tersebut, Walhi Sulteng meminta Kementerian Investasi, Kementerian ESDM, dan Presiden untuk melakukan evaluasi terhadap PT IHIP terkait dengan pelanggaran yang telah dilakukan.
“Kembalikan jalan tani Ambunu, Tondo, dan Topogaro. Dan pulihkan penghidupan masyarakat yang hilang akibat pembangunan kawasan industri seperti nelayan, nelayan rumput laut dan petani,” seru Yusman. [WLC02]
Sumber: Walhi
Discussion about this post