Pertama, terhadap kasus korupsi yang menjerat terpidana Abdul Gani Kasuba, khususnya yang menjurus pada rasuah sumber daya alam, seharusnya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil Bobby Nasution dan Kahiyang Ayu untuk dimintai keterangan sekaligus mengklarifikasi nama mereka yang dikaitkan dengan dengan Blok Medan.
Jatam mendesak KPK untuk terus mendalami aktor-aktor lainnya di luar tujuh orang yang telah ditetapkan sebagai tersangka. KPK seharusnya terus memburu seluruh pihak yang terlibat tanpa terkecuali.
Kedua, menjamurnya izin tambang di seluruh Kepulauan Maluku Utara telah mendalangi sejumlah bencana sosial-ekologis yang tak terelakkan. Dengan demikian pengurus negara perlu mengevaluasi seluruh izin tambang sekaligus moratorium perizinan tambang di Maluku Utara. Selain itu terhadap wilayah yang telah mencapai kondisi krisis, kami mendesak untuk segera dilakukan pemulihan.
Baca juga: Berendam dalam Air Panas 60 derajat Celcius di TWA Lejja
Ketiga, politik hari ini melakukan akrobat yang menunjukkan pengurus negara tak benar-benar serius menghentikan laju kerusakan dan krisis ekologis yang dihadapi Maluku Utara. Mulai dari terpilihnya Sherly Tjoanda sebagai Gubernur Maluku Utara dengan latar sebagai pebisnis ekstraktif sekaligus diusung partai KIM plus; terpilihnya kandidat yang diusung partai terafiliasi KIM plus di kantong utama nikel seperti Kabupaten Halmahera Tengah, Halmahera Timur dan Halmahera Selatan; serta penunjukan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Bahlil Lahadalia sekaligus Ketua Umum Partai Golkar dan Ketua Satuan Tugas (Satgas) Hilirisasi dengan fokus lebih banyak mengurus sektor energi.
Dengan ambisi pemerintahan Prabowo Subianto yang menggebu-gebu untuk mengejar nilai tambah komoditas nikel, pada 2025 mendatang, Jatam menengarai Maluku Utara akan mengalami kerusakan yang lebih memilukan dibandingkan 2024 dengan eskalasi bencana yang lebih merusak. [WLC02]
Sumber: Jatam
Discussion about this post