Wanaloka.com – Pemerintah Kabupaten Gunungkidul sedang gencar menggenjot investasi sektor industri pariwisata. Sayangnya, investasi yang masuk tidak dibarengi dengan kesadaran pemkab untuk memperhitungkan kajian lingkungan dan pola ruang yang sesuai dengan peraturan-peraturan yang ada. Salah satunya pengembangan wisata resort di Kawasan Bentang Alam Karst (KBAK) Gunungsewu. Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Yogyakarta melakukan kajian dugaan pelanggaran pembangunan industri pariwisata di sana terhadap Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Daerah Istimewa Yogyakarta.
Berdasarkan Perda DIY Nomor 10 Tahun 2023 tentang RTRW DIY Tahun 2023-2043, Karst Gunungsewu masuk dalam kawasan lindung geologi, sekaligus kawasan strategis kesultanan. RTRW DIY telah mengatur kawasan-kawasan yang seharusnya menjadi peruntukan pariwisata.
RTRW DIY 2023 itu juga berisi arah pengembangan kawasan karst Gunungsewu. Tujuan pembangunan pariwisata di kawasan Karst Gunungsewu terdapat pada Pasal 54 ayat 1 yang berbunyi: “Tujuan pembangunan kawasan Karst Gunungsewu adalah mewujudkan Kawasan karst Gunungsewu sebagai kawasan pelestarian alam dan budaya melalui pengembangan pariwisata berkelanjutan dan penataan ruang berbasis mitigasi bencana.”
Baca Juga: Muncul Siklon Tropis Anggrek dan Bibit Siklon 99S, Waspada Gelombang Tinggi
Dalam Pasal 54 juga termaktub, bahwa pengembangan pariwisata di Gunungkidul harus melibatkan masyarakat secara aktif dan menjaga kelestarian karst. Praktiknya, Pemkab Gunungkidul justru tidak melibatkan warga dalam mengembangkan pariwisata di Gunungkidul. Pemkab Gunungkidul juga tidak mengindahkan arah pengembangan pariwisata berkelanjutan dan penataan ruang berbasis mitigasi bencana.
“Kami menemukan pola ruang yang tidak sesuai dengan peruntukannya,” kata Kepala Divisi Kampanye dan Data Informasi Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Yogyakarta, Elki Setiyo Hadi dalam siaran tertulis yang diterima Wanaloka.com pada 15 Januari 2024.
Pola ruang adalah distribusi peruntukan ruang dalam suatu wilayah yang meliputi peruntukan ruang sebagai fungsi lindung dan peruntukan ruang untuk fungsi budi daya. Berdasarkan pola ruang dalam RTRW, pengembangan pariwisata seharusnya masuk dalam peruntukan ruang untuk fungsi budidaya.
Baca Juga: Catahu Walhi Region Sumatera, Negara Gagal Lindungi Rakyat dan Lingkungan Sumatera
Sementara pola ruang berdasarkan fungsi budidaya dibedakan menjadi beberapa jenis kawasan, seperi kawasan budidaya, kawasan hutan produksi, kawasan perkebunan rakyat, kawasan pertanian, kawasan perikanan, kawasan pariwisata, kawasan pemukiman, dan lain sebagainya. Perencanaan RTRW DIY juga mengatur yang diperbolehkan dan tidak diperboleh dalam suatu jenis kawasan tersebut.
Walhi Yogyakarta menemukan ada tiga resort yang telah melanggar fungsi pemanfaatan dalam pola ruang yang termaktub dalam RTRW DIY 2019 dan RTRW DIY 2023. Tiga resort tersebut di antaranya Drini Park, Stone Valley by HEHA dan Resort Beach Club Bekizart.
Drini Park
Lokasi itu masuk dalam zona pariwisata, tetapi kawasan tersebut merupakan KBAK Gunungsewu. Berdasarkan Peta RTRW DIY 2019, kawasan tersebut merupakan kawasan perlindungan air tanah.
Baca Juga: Potensi Bahaya Tinggi, Perlu Susun Pedoman Teknis K3 Sektor Migas
Dalam RTRW 2019, kawasan perlindungan air tanah terdapat poin Indikasi Peraturan Zonasi Kawasan Lindung. Peraturan tersebut mengatur tentang kegiatan yang tidak diperbolehkan di kawasan perlindungan air tanah atau kegiatan baru yang berpotensi merusak KBAK.
“Pembangunan Drini Park di kawasan tersebut, tentu saja menyalahi aturan RTRW DIY 2023 karena masuk KBAK. Dan pembangunannya tidak mengindahkan RTRW DIY 2019 tentang indikasi arahan peraturan zonasi kawasan lindung,” papar Elki.
Stone Valley by HEHA
Dalam Peta RTRW DIY 2019, titik itu masuk dalam kawasan perlindungan air tanah. Hampir sama dengan Drini Park, Stone Valley by HEHA berpotensi merusak karst yang menjadi sumber mata air.
Discussion about this post