Sabtu, 12 Juli 2025
wanaloka.com
  • Home
  • Lingkungan
  • Sosok
  • News
  • Foto
  • Bencana
  • Traveling
  • IPTEK
  • Rehat
  • Video
No Result
View All Result
  • Home
  • Lingkungan
  • Sosok
  • News
  • Foto
  • Bencana
  • Traveling
  • IPTEK
  • Rehat
  • Video
No Result
View All Result
wanaloka.com
No Result
View All Result
  • Home
  • Lingkungan
  • Sosok
  • News
  • Foto
  • Bencana
  • Traveling
  • IPTEK
  • Rehat
  • Video

Kasasi Ditolak MA, Perjuangan Suku Awyu Mempertahankan Hutan Papua Jalan Terus

Ini adalah upaya perlindungan hak-hak masyarakat adat yang telah dijamin hukum. Sekaligus perjuangan melindungi Bumi dari pemanasan global. Masyarakat adat adalah penjaga alam tanpa pamrih dan Papua bukan tanah kosong!

Selasa, 5 November 2024
A A
Masyarakat adat Awyu, Papua mengajukan permohonan kasasi ke MA terkait upaya mempertahankan kelestarian hutan Papua. Foto Dok. Walhi Papua.
Share on FacebookShare on Twitter

Wanaloka.com – Mahkamah Agung (MA) menolak permohonan kasasi masyarakat adat Awyu yang mempertahankan hutan adatnya dari ekspansi korporasi sawit di Boven Digoel, Papua Selatan. Putusan ini menambah deretan kabar buruk bagi masyarakat adat dan komunitas lokal yang berjuang di meja hijau melawan ancaman perusakan lingkungan hidup.

“Saya merasa kecewa dan sakit hati karena selama saya berjuang tidak ada dukungan dari pemerintah daerah atau pemerintah pusat. Kepada siapa saya harus berharap dan saya harus berjalan ke mana lagi?” kata pejuang lingkungan hidup dari suku Awyu, Hendrikus Woro.

Satu hakim dissenting opinion

Hendrikus Woro mengajukan kasasi ke MA karena Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jayapura dan PTTUN Makassar menolak gugatan serta bandingnya. Gugatan tersebut menyangkut izin kelayakan lingkungan hidup yang dikeluarkan Pemerintah Papua untuk PT Indo Asiana Lestari (IAL). Perusahaan sawit ini mengantongi izin lingkungan seluas 36.094 hektare atau lebih dari setengah luas DKI Jakarta. Lokasinya berada di hutan adat marga Woro yang merupakan bagian dari suku Awyu.

Baca Juga: Solusi Food Waste di Jakarta, Sampah Hotel Restoran Kafe Tak Masuk TPA

Dalam dokumen Putusan MA Nomor 458 K/TUN/LH/2024, diketahui bahwa putusan tersebut diambil dalam rapat permusyawaratan Majelis Hakim pada 18 September 2024. Dokumen putusan lengkap baru bisa diakses pada 1 November 2024. Satu dari tiga hakim yang mengadili perkara ini, yakni Yodi Martono Wahyunadi, mengeluarkan pendapat berbeda (dissenting opinion).

Salah satu poin penting dissenting opinion tersebut menyangkut tenggat waktu gugatan 90 hari–yang sebelumnya menjadi dalih PTTUN Makassar untuk menolak permohonan banding Hendrikus Woro. Dalam pertimbangannya, Yodi merujuk Pasal 5 ayat (1) Peraturan MA Nomor 6 Tahun 2018, bahwa perhitungan yang dimaksud hanya hari kerja.

Perhitungan tenggat waktu juga mesti mencakup hari libur lokal di Papua. Lantaran mempertimbangkan keadilan substantif ketimbang keadilan formal, hakim Yodi berpendapat pengadilan perlu mengesampingkan ketentuan tenggat waktu itu dengan melakukan invalidasi praktikal.

Baca Juga: BMKG Prediksi Sepanjang 2025 Tidak Ada Anomali Iklim

“Dari pertimbangan dissenting opinion menyangkut tenggat waktu tersebut, kami menilai MA inkonsisten menerapkan aturan yang mereka buat. Padahal Peraturan MA adalah petunjuk yang digunakan peradilan internal,” kata anggota Tim Advokasi Selamatkan Hutan Adat Papua, Tigor Hutapea.

Ia menambahkan, Putusan MA ini tidak berarti objek gugatan sudah benar karena dua hakim tidak memeriksa substansinya.

“Namun satu majelis hakim dalam dissenting opinion menyatakan bahwa penerbitan amdal terbukti belum mengakomodasi kerugian di wilayah kehidupan masyarakat adat, yang dikelola dan dimanfaatkan turun-temurun,” imbuh dia.

Baca Juga: Erupsi Gunung Lewotobi Laki-laki Sempat Terhenti 1 November, Diduga Tersumbat

Hakim Yodi berpendapat objek gugatan berupa surat izin lingkungan hidup untuk PT IAL bertentangan dengan berbagai asas dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, sehingga harus dibatalkan. Namun, hakim Yodi kalah dalam pemungutan suara.

“Ini menjadi kabar duka kesekian bagi masyarakat Awyu karena pemerintah dan hukum belum berpihak kepada masyarakat adat,” kata Sekar Banjaran Aji, anggota Tim Advokasi Selamatkan Hutan Adat Papua.

Terkait

Page 1 of 2
12Next
Tags: dissenting opinionhutan PapuaKoalisi Selamatkan Hutan Adat PapuaMahkamah Agungperusahaan sawitSuku Awyu

Editor

Next Post
La Nina menyumbang peningkatan curah hujan 20 persen hingga awal 2025. Foto Dok. BMKG.

Waspada Cuaca Ekstrem, La Nina Tingkatkan Potensi Hujan Lebat Hingga Awal 2025

Discussion about this post

TERKINI

  • WHO Goodwill Ambassador for Leprosy Elimination, Yohei Sasakawa dan Menkes Budi Gunadi Sadikin berkunjung ke Sampang, Madura dalam program eliminasi kusta, 8 Juli 2025. Foto Dok. Kemenkes.Kusta Bukan Penyakit Kutukan, Kusta Bisa Disembuhkan
    In Rehat
    Kamis, 10 Juli 2025
  • Destinasi wisata di Danau Toba, Sumatra Utara. Foto Dok. Kemenpar.Konferensi Internasional Jadi Upaya Geopark Kaldera Toba Raih Kembali Green Card UNESCO
    In Traveling
    Kamis, 10 Juli 2025
  • Guru Besar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB University, Prof Dietriech G Bengen. Foto Dok. Alumni IPB.Dietriech Geoffrey, Merkuri Masuk ke Perairan Lewat Limbah Industri hingga Keramba Jaring Apung
    In Sosok
    Rabu, 9 Juli 2025
  • Suasana konferensi pers soal gugatan SLAPP terhadap dua Guru Besar IPB University oleh PT KLM di YLBHI, 8 Juli 2025. Foto YLBHI.Bambang Hero dan Basuki Wasis Tak Gentar Hadapi Gugatan SLAPP Perusak Lingkungan di Pengadilan Cibinong
    In News
    Rabu, 9 Juli 2025
  • Pertemuan International Leprosy Congress (ILC) di Nusa Dua, Bali pada 7 Juli 2025. Foto Dok. Kemenkes.Menteri Kesehatan Janjikan Nol Kusta, Nol Disabilitas, Nol Stigma
    In News
    Selasa, 8 Juli 2025
wanaloka.com

©2025 Wanaloka Media

  • Tentang
  • Redaksi
  • Pedoman Media Siber

No Result
View All Result
  • Home
  • Lingkungan
  • Sosok
  • News
  • Foto
  • Bencana
  • Traveling
  • IPTEK
  • Rehat
  • Video

©2025 Wanaloka Media