Wanaloka.com – Anggapan bahwa dunia energi dan sumber daya mineral (ESDM) adalah identik dengan ‘dunia laki-laki’, perlahan mulai luntur. Sebanyak 12 perempuan yang bekerja di dalamnya telah mengikis kesan ‘maskulin’ di bidang itu. Mereka yang berkarir dan berkarya di sektor geologi telah mampu melakukan penjelajahan lautan untuk menguak potensi sumber daya laut Indonesia. Kisah mereka ditulis dalam buku yang berjudul “Kisah 12 Perempuan Arung Samudera”.
Mereka mengarungi samudera untuk mengulang kisah keberanian para pejuang perempuan masa kemerdekaan dahulu. Bedanya, mereka berjuang untuk mengungkap kekayaan bumi pertiwi yang tersimpan di dasar laut di bawah bendera Balai Besar Survei dan Pemetaan Geologi Kelautan (BBSPGL) Badan Geologi Kementerian ESDM. Mereka berkontribusi dalam penelitian, penyelidikan, dan pengembangan geologi kelautan.
Umumnya, sumber daya manusia sebagai pelaku utama dalam pelaksanaan kegiatan BBSPGL meliputi pegawai tingkat terampil dan tingkat ahli yang didominasi kaum laki-laki. Bukan berarti kaum perempuan tidak mampu melaksanakan tugas lapangan di perairan Nusantara. Perempuan pun dapat saling bekerja sama bahu membahu dengan kaum Adam mengarungi samudra dalam ayunan gelombang. Dalam rangka menuju cita-cita Indonesia tercinta ini, perempuan BBSPGL melangkah bersama untuk memberikan sumbangsihnya sesuai bidang yang digeluti dan membawa kenangan serta pengalaman yang tidak mudah diulang kembali.
Baca Juga: Black Rock Kawasan Geopark Belitung Jadi Destinasi Wisata Golf
Dua belas perempuan tersebut adalah Mimin Karmini (Geologi), Kresna Tri Dewi (Biologi), Imelda Rosalia Silalahi (Geologi), Ai Yuningsih (Fisika), Evie H. Sudjono (Oseanografi), Rina Zuraida (Geologi), Nineu Yayu Geurhaneu (Oseanografi), Alm. Mira Yosi (Oseanografi), Luli Gustiantini (Geologi), Yani Permanawati (Lingkungan), Siti Marina (Geologi), dan Yulinar Firdaus (Geofisika). Mereka menjalani karier di bidang geologi kelautan menerjang batas di tengah gelombang, arungi perairan barat hingga timur Indonesia.
Bagi Ai Yuningsih, bekerja sama dengan rekan kerja mayoritas laki-laki merupakan tantangan tersendiri. Namun tenyata bisa lebih menyenangkan karena ketegasan dan keterusterangan kaum lelaki lebih membuat nyaman.
“Perbedaan gaya laki-laki dan perempuan justru akan dapat saling mengisi sehingga terjalin kerja sama yang lebih baik,” ujar Ai.
Baca Juga: Akademisi Bahas Penyusunan Standar Kajian Lingkungan di IKN
Diungkapkan perempuan tangguh yang sudah berkarier di P3GL sejak tahun 1993, meski kadang ada yang pernah memandang sebelah mata karena meragukan kemampuan mereka, tapi perlahan hilang seiring waktu setelah mereka tahu kinerjanya. Sebab potensi perempuan tidak kalah dengan laki-laki, sepanjang percaya diri dapat melakukannya.
Sementara Imelda Rosalia Silalahi mengungkapkan cita-citanya bukan bekerja di sektor maskulin itu. Melainkan ingin menjadi dosen yang mengajar pertanian. Namun takdir menuntunnya menjadi seorang geologis yang akhirnya berlabuh di BBSPGL.
Discussion about this post