Wanaloka.com – Anggota Komisi XII DPR RI, Ratna Juwita Sari mengingatkan sejumlah tantangan yang perlu diantisipasi dalam pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) atau geothermal. Salah satunya adalah keberadaan gas H2S yang beracun dan beraroma menyengat.
“Ini penting untuk bisa dimitigasi agar karyawan yang bekerja di sini juga terjaga keamanannya. Apalagi untuk masyarakat yang ada di sekitar,” tegas Ratna dalam rapat Kunjungan Kerja Spesifik (Kunspek) Komisi XII DPR RI ke PLTP Geothermal Kamojang, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Kamis, 25 September 2025.
Ia juga menyoroti isu konservasi mata air. Sebab kebutuhan air dalam proses operasional PLTP cukup besar. Perusahaan wajib menjaga keberlangsungan sumber air agar ekosistem tidak terganggu.
Baca juga: Tren Pertanian Organik Meningkat, Dorong Pemanfaatan Pestisida dan Pupuk Nabati
“Perusahaan juga memiliki kewajiban untuk memastikan keberlangsungan dari mata air tersebut sehingga tidak mengganggu ekosistem yang ada di sekelilingnya,” beber dia.
Selain itu, PLTP umumnya berada di kawasan gunung berapi. Dengan demikian, risiko bencana alam juga perlu dipersiapkan secara matang.
“Ini juga menjadi penting mempersiapkan mitigasi resiko apabila terjadi bencana alam,” imbuh dia.
Politisi Partai PKB ini menilai PLN Indonesia Power dan UBP Kamojang memiliki tanggung jawab moral untuk memberikan edukasi kepada masyarakat luas tentang potensi geothermal. Edukasi ini penting agar daerah-daerah dengan cadangan panas bumi memahami, bahwa dengan tata kelola yang baik, geothermal adalah energi yang aman, ramah lingkungan, dan layak dikembangkan.
Baca juga: Pakar Tegaskan Sekolah dan Orang Tua Bisa Menolak MBG Akibat Keracunan Berulang
Ia juga menyinggung peristiwa ledakan eksplorasi geothermal di Sorik Merapi pada tahun 2021. Kasus itu menjadi pelajaran berharga agar terus ada inovasi dan upgrading teknologi untuk memperkuat keamanan ekosistem geothermal.
“Saya yakin ini bisa dimitigasi dengan adanya upgrading teknologi maupun inovasi yang harus terus dikembangkan dalam penguatan ekosistem dari geothermal ini,” kata dia.
Geolog UGM, Pri Utami juga menyebut terdapat risiko dari eksplorasi panas bumi, bahwa pengembangan area panas bumi pasti akan menimbulkan pengaruh terhadap lingkungan. Sebut saja, debu pada waktu mobilisasi peralatan berat, kebisingan pada waktu pemboran, hingga terjadinya perubahan lanskap karena adanya instalasi panas bumi.
Baca juga: UGM dan IPB Bicara Soal Restorasi Hutan dan Reklamasi Bekas Tambang
Namun ada banyak cara untuk meminimalisir dampak lingkungan sejak awal proses pengembangan. Yakni pembersihan area terdampak, memasang instalasi peredam suara, penggunaan mesin pemboran yang modern, penanaman kembali pada area yang dibuka sementara untuk operasional pemboran, dan masih banyak lagi.
Dari aspek sosial, menurut Pri belum banyak edukasi terkait energi panas bumi yang tersebar di masyarakat. Pri memberi saran kebijakan, bahwa panas bumi bukan merupakan komoditas seperti halnya migas, batu bara, dan bahan-bahan tambang, melainkan merupakan aset sumber energi yang sangat kompetitif dibanding energi fosil.
“Untuk menjadikan harganya lebih kompetitif, harus ada investasi SDM untuk menurunkan risiko biaya eksplorasi dan meningkatkan kehandalan teknologi pemanfaatannya,” kata Pri di Kampus UGM, Jumat, 12 September 2025.
Baca juga: BMKG Uji Kesiapsiagaan Dampak Gempa M9,0 Selat Sunda Lewat IOWAVE25
Perekayasa Ahli Madya Pusat Riset Teknologi Konversi Energi Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Suyanto mengimbuhkan, risiko kegagalan eksplorasi juga akibat keterbatasan data geologi, kebutuhan investasi yang tinggi, serta lokasi cadangan yang sebagian berada di kawasan hutan lindung.
“Ini menjadi pekerjaan rumah yang harus dikelola secara hati-hati,” kata Suyanto dalam program Kelas Periset edisi ke-7 yang digelar secara daring melalui kanal YouTube BRIN Indonesia, Rabu, 24 September 2025.
Wakil Ketua Komisi XII DPR, Dony Maryadi Oekon menambahkan energi geotermal diklaim lebih aman daripada nuklir, meskipun teknologi nuklir kini juga telah berkembang dengan tingkat keamanan yang tinggi. Ia menekankan perlu edukasi kepada masyarakat mengenai geotermal.
Baca juga: Jatam Menilai Pemerintah Sedang Memoles Citra Lewat Lahan Tambang Bermasalah
“Memang, teknologi nuklir kami mau dorong, itu juga harus ada edukasi kepada masyarakat. Begini prosesnya, ini yang dilakukan, supaya masyarakat mengerti tentang energi geotermal dan juga energi nuklir nantinya ke depan,” jelas dia.
Potensi geothermal
Ratna menyebutkan, Indonesia memiliki cadangan geothermal sekitar 23.000 megawatt, namun baru 10 persen yang dimanfaatkan. Pemanfaatan energi panas bumi ini diklaim berpotensi mendukung target pemerintah mencapai 100 persen bauran energi pada tahun 2030 mendatang.
“Kalau tata kelola baik, geothermal ini adalah salah satu alternatif renewable energy yang sangat mumpuni, sangat mungkin untuk bisa dikembangkan di Indonesia,” jelas dia.
Baca juga: Kepemimpinan Baru Walhi Janjikan Garda Terdepan Keadilan Ekologis
Anggota Komisi XII DPR Rokhmat Ardiyan menambahkan, potensi panas bumi Indonesia sekitar 40 persen dari total cadangan geothermal dunia atau sekitar 23.000 megawatt. Sementara kebutuhan listrik nasional saat ini hanya sekitar 24.000 megawatt.
“Artinya apa, geothermal bisa mengcover kebutuhan listrik di Pulau Jawa dan Bali,” klaim dia.







Discussion about this post