Wanaloka.com – Fenomena merebaknya penyakit campak terjadi di berbagai wilayah di Indonesia. Berdasarkan laporan dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes) ditemukan 46 kejadian luar biasa di 42 wilayah di Indonesia.
Epidemiolog Universitas Gadjah Mada, Riris Andono Ahmad mengatakan penyebaran campak ini berkorelasi dengan tingkat kekebalan kelompok. Cakupan imunisasi yang dilakukan selama ini sangat berpengaruh.
Sebab vaksinasi memiliki dampak terhadap kekebalan tubuh. Sebuah populasi yang memiliki level imunisasi yang sesuai dengan cakupannya, tidak akan mudah terjangkit penyakit.
Baca juga: Walhi Desak Pemerintah dan DPR Minta Maaf secara Terbuka kepada Korban Represi Polisi
“Tapi begitu ada di bawah level tersebut, kekebalan populasinya tidak cukup untuk bisa mencegah terjadinya transmisi,” jelas Riris, Senin, 1 September 2025.
Menurut Riris, mobilitas penduduk yang tinggi akan semakin rentan memiliki risiko kena dampak penularan penyakit yang bersal dari satu daerah ke daerah lain.
“Kalau tadinya belum ada tapi begitu ada orang datang ke tempat itu dengan campak, terus cakupan imunisasinya tidak cukup baik, ya akan terjadi penyebaran,” imbuh dia.
Baca juga: Ahmad Fauzi, Kerusakan Lingkungan Akibat Tata Kelola Kebijakan SDA Tak Matang
Ia menambahkan, cakupan imunisasi campak yang rendah ditambah dengan mobilitas yang tinggi akan berdampak dengan resiko terjadinya penularan.
Ditambah lagi risiko penularan pada kelompok balita dan anak-anak yang sangat besar. Jika merujuk pada sisi indikator kesehatan, kematian pada anak-anak memiliki nilai yang jauh lebih mahal dibandingkan kematian pada orang tua.
“Semakin muda, potensi produktifnya masih besar. Sehingga ketika seorang anak meninggal, kita akan kehilangan potensi produktivitas yang besar,” ungkap dosen FK-KMK UGM ini.
Baca juga: Kearifan Lokal Kelekak, Siapa Menebang Pohon Wajib Menanam Kembali
Upaya yang dapat diambil dalam penanganan kasus ini adalah melaksanakan ORI (Outbreak Response Immunization) atau imunisasi massal yang dilakukan secara cepat untuk menanggulangi Kejadian Luar Biasa (KLB). Di samping menyiapkan layanan kesehatan rumah sakit untuk dapat mengelola kasus yang timbul sehingga dapat mencegah kematian akibat penularan penyakit campak ini.
Ketua Pusat Kedokteran Tropis (PKT) UGM ini menyampaikan bahwa ini merupakan tugas bersama antara masyarakat dan pemerintah dalam menanggulangi penyakit campak ini dengan memperluas cakupan vaksin.
“Ya, PR besar bagi kami karena masih ada masyarakat yang banyak meragukan vaksin, apapun alasannya. Kemudian, dari sisi pemerintah tentu perlu mencari strategi lebih baik agar penerimaan masyarakat lebih bisa ditingkatkan terkait dengan vaksinasi ini,” imbuh dia.
Baca juga: Rumah Produksi Garam dari Limbah Botol Plastik Atasi Dampak Perubahan Iklim di Pantura
Bisa tularkan 18 orang
Sebanyak 20 anak meninggal dunia di Sumenep akibat campak. Data ini merupakan angka kumulatif kematian sejak Februari hingga Agustus 2025. Data ini menjadi alarm serius bagi pemerintah untuk segera mengambil tindakan, khususnya dengan menggalakkan imunisasi massal.
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menyatakan campak merupakan penyakit paling menular di dunia. Bahkan jauh lebih menular dibandingkan Covid-19. Tingkat penularan campak bisa mencapai 18 kali lipat dari satu kasus.
“Kalau dulu Covid-19, ingat pertama kali ada yang namanya reproduction rate. Satu orang nularin 2-3 orang. Campak itu satu orang bisa nularin 18 orang,” kata Budi saat meninjau penanganan Kejadian Luar Biasa (KLB) campak di Sumenep, Jawa Timur, Kamis, 28 Agustus 2025.
Baca juga: Resolusi Aliansi di NTT Desak Pengesahan UU Masyarakat Adat dan Revisi Total UU Kehutanan
Meskipun sangat menular, campak sebenarnya sudah memiliki vaksin yang efektif untuk mencegah penularan.
“Untungnya, sama seperti Covid sekarang, sudah ada vaksinnya, dan vaksinnya itu efektif. Jadi kalau divaksinasi, pasti dia tidak akan kena penyakit campak lagi,” ujar dia.
Budi mengingatkan campak bukan hanya penyakit menular biasa, tetapi juga bisa menyebabkan kematian dengan tingkat fatalitas yang cukup tinggi. Pemerintah menekankan langkah utama dalam menghadapi wabah campak adalah melakukan imunisasi massal.
Baca juga: Wisata Arung Jeram Perlu Penguatan Keselamatan dan Keamanan
Kalau ada outbreak, tindakan nomor satu adalah melakukan imunisasi. Ia menargetkan sekitar 70 ribu anak di Sumenep bisa mendapatkan imunisasi campak dalam waktu dua minggu.
“Target kita dua minggu selesai. Kalau dalam dua minggu selesai, mudah-mudahan ini akan langsung secara drastis menurunkan indikasi campak,” ucap Budi.
Pemerintah telah menyiapkan pasokan vaksin campak yang cukup. Ada 11 ribu vial vaksin, 1 vial rata-rata bisa dipakai untuk delapan orang. Jadi cukup untuk 80 ribu anak.
Baca juga: Catatan Jatam, Tujuh Tahun Raksasa Industri Nikel Berproduksi dan Sarat Perusakan Lingkungan Hidup
Ia juga mengingatkan bahaya hoaks yang menghambat imunisasi.
Discussion about this post