Sementara banyak pemerintah yang masih gagal memberikan bantuan pendanaan yang terhitung kecil sebesar $100 miliar per tahun untuk membantu mendukung aksi iklim di negara-negara berpenghasilan rendah. Semua rencana tersebut sangat membahayakan transisi yang adil menuju masa depan yang sehat.
Terlepas dari klaim dan komitmen iklim mereka, strategi saat ini dari 15 perusahaan minyak dan gas terbesar di dunia akan memproduksi emisi gas rumah kaca 37 persen lebih tinggi pada 2030. Prosentase itu tidak selaras pada kenaikan 1,5°C dan kenaikan 103 persen pada tahun 2040. Marina Romanello menengarai, semua rencana ini akan mendorong dunia keluar jalur komitmen yang ditetapkan dalam Perjanjian Paris.
Baca Juga: Menkes: 156 Obat Sirup Boleh Dikonsumsi, Obat Gagal Ginjal Akut Gratis
“Strategi saat ini dari banyak pemerintah dan perusahaan akan mengunci dunia ke masa depan yang lebih hangat, mengikat kita pada penggunaan energi fosil, yang cepat menutup prospek dunia yang layak huni. Ini adalah hasil dari kegagalan mendalam untuk mengenali kebutuhan akan prioritas pendanaan yang mendesak untuk mengamankan masa depan tanpa karbon, terjangkau, dan sehat,” Pemimpin Kelompok Kerja Lancet Countdown (Ekonomi dan Keuangan), Profesor Sumber Daya dan Kebijakan Lingkungan Bartlett School, University College London, Profesor Paul Ekins.
Sementara itu, rencana biomassa (seperti kayu atau kotoran hewan) berkontribusi sebanyak 31 persen dari energi yang dikonsumsi di sektor domestik secara global pada 2020, meningkat menjadi 96 persen di negara-negara berpenghasilan rendah hingga menengah. Konsentrasi polusi udara partikel berbahaya (PM2.5) melebihi rekomendasi WHO sebesar 30 kali lipat pada 2020 di 62 negara dinilai membuat banyak keluarga terpapar pada tingkat polusi udara yang berbahaya.
Sektor kesehatan bertanggung jawab atas 5,2 persen dari emisi global telah menunjukkan kepemimpinan aksi iklim yang mengesankan. Dan 60 negara telah berkomitmen untuk net zero melakukan transisi ke sistem kesehatan sebagai bagian dari COP26 Program Kesehatan. Pada 2021, liputan media tentang kesehatan dan perubahan iklim meningkat sebesar 27 persen dari 2020. Untuk regional Asia Timur mengalami peningkatan sebesar 35 persen.
Baca Juga: Jutaan Remaja Alami Gangguan Mental, Hanya 2,6 Persen Konseling
“Sistem perawatan kesehatan adalah garis pertahanan terdepan untuk menangani dampak kesehatan fisik dan mental dari peristiwa cuaca ekstrem dan dampak lain dari perubahan iklim. Tetapi saat ini sistem kesehatan juga sedang berjuang untuk mengatasi beban pandemi Covid-19, gangguan rantai pasokan, dan tantangan lainnya, yang membuat taruhan berat kesehatan untuk hari ini dan di masa depan,” Ketua Kelompok Kerja Lancet Countdown (Adaptasi, Perencanaan, dan Ketahanan untuk Kesehatan), Profesor Pusat Kesehatan dan Lingkungan Global, Universitas Washington, Profesor Kristie Ebi.
Laporan Lancet Countdown ketujuh mewakili karya 99 ahli dari 51 institusi, termasuk Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan Organisasi Meteorologi Dunia (WMO), dan dipimpin oleh University College London. Laporan diterbitkan jelang COP27 di Mesir, menyajikan 43 indikator yang mencakup metrik baru. Tujuannya untuk memantau dampak suhu ekstrem pada kerawanan pangan, polusi udara rumah tangga, dan perkembangan industri fosil dengan masa depan yang sehat.
Ada tiga catatan terkait laporan 2022 tersebut. Pertama, subsidi besar-besaran yang diberikan pada energi fosil di beberapa negara lebih besar dari anggaran kesehatan atau nyaris sama. Dampak kerugian besar tentu saja pada kesehatan masyarakat.
Baca Juga: Hutan dan Karst di Trenggalek Terancam Rusak Akibat Eksplorasi Tambang Emas
Kedua, kecanduan pemerintah pada energi fosil berdampak pada kesehatan masyarakat yang akan menambah beban anggaran. Selain dampak luas pada ketahanan pangan, krisis energi, berbagai penyakit menular baru, polusi udara yang mematikan dan suhu bumi yang terus meningkat.
Ketiga, mempercepat transisi ke energi bersih dan efisiensi energi akan membantu mencegah kematian manusia serta keamanan energi, udara yang lebih bersih, pola hidup sehat dan membuat kota menjadi layak huni.
“Krisis iklim membunuh kita. Dan keadaan rusak ini tidak hanya pada kesehatan planet kita, tetapi kesehatan manusia di seluruh dunia seperti melalui polusi udara yang beracun, kerentanan pangan, wabah penyakit menular, rekor panas yang ekstrem, kekeringan, banjir, dan banyak lagi,” ucap Sekretaris Jenderal PBB, António Guterres.
Kesehatan manusia, pekerjaan, dan ekonomi nasional sedang terpukul, karena kecanduan energi fosil yang semakin tak terkendali.
“Ilmunya (solusi) jelas. Investasi besar-besaran dan efisiensi energi terbarukan pada ketahanan iklim akan menjamin kehidupan yang lebih sehat dan lebih aman bagi manusia di setiap negara,” tegas Antonio Guterres. [WLC02]
Discussion about this post