Menurut Politisi Fraksi PKB ini, DPR ingin memastikan Standard Operational Procedure (SOP) yang telah dipaparkan Badan Gizi Nasional (BGN) benar-benar diterapkan di seluruh SPPG. Mencakup proses penerimaan bahan pangan, pengolahan, hingga distribusi yang wajib sesuai dengan standar keamanan pangan.
Untuk mencegah kejadian serupa, menurut dia, setiap dapur SPPG perlu dibekali alat uji pangan serta wajib melakukan tes organoleptic untuk melihat, mencium, dan mencicipi, baik di dapur maupun di sekolah sebelum makanan diberikan kepada siswa.
DPR juga mendorong agar program MBG diperkuat melalui Peraturan Presiden (Perpres). Dengan demikian, BGN tidak bekerja sendiri, melainkan bersinergi lintas kementerian bersama Kementerian Pendidikan, Kementerian Kesehatan, BPOM, serta lembaga terkait lain sesuai tugas pokok dan fungsinya.
Baca juga: Hari Tani 2025, Ribuan Petani Desak Pemerintah Jalankan Reformasi Agraria Segera
“Pemulihan KLB ini jangan dibebankan ke daerah. BGN perlu berkoordinasi dengan Kementerian Keuangan agar penanganan menjadi tanggung jawab nasional,” tegas dia.
Selain itu, DPR menilai penting dibentuk forum komunikasi rutin antara sekolah, komite sekolah, dan SPPG sebagai wadah pengawasan bersama. Forum ini diharapkan dapat memperkuat rasa tanggung jawab kolektif terhadap jalannya program MBG.
Ia turut menyampaikan apresiasi kepada masyarakat, tenaga kesehatan, sekolah, dan semua pihak yang sigap melakukan tanggap darurat.
“Solidaritas inilah yang menjadi kekuatan bangsa kita,” ucap dia.
Baca juga: Supriyanta, Menciptakan Varietas Padi Unggul agar Petani Bahagia
Pasokan sampah MBG
Sementara Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) di Lanud Husein Sastranegara Bandung, baik Dapur SPPG III & IV setiap hari memasak hampir 8.000 porsi makanan bergizi bagi siswa sekolah, ibu hamil, dan ibu menyusui. Aktivitas tersebut menghasilkan rata-rata 10 kilogram sampah organik per hari. Sedangkan TPA Sarimukti akan kelebihan kapasitas pada 2026.
“Kalau tidak ada solusi, sampah akan menumpuk dan berpotensi merusak lingkungan. Pengelolaan sampah dari dapur SPPG harus menjadi bagian penting dari program ini,” kata Wakil Menteri Lingkungan Hidup (Wamen LH)/Wakil Kepala BPLH, Diaz Hendropriyono, Rabu, 25 September 2025.
Sampah makanan jangan dibiarkan menumpuk di TPA karena akan menghasilkan metana, gas rumah kaca yang 38 kali lebih berbahaya dari karbon dioksida. Dengan teknologi yang tepat, sampah justru bisa memberi manfaat.
Baca juga: Ancaman Lahan Sawah di Indonesia, Tidak Dilindungi dan Alih Fungsi Kian Mengkhawatirkan
KLH/BPLH menyerahkan dua unit komposter berkapasitas 30–50 kilogram untuk dapur SPPG Bandung. Alat itu diklaim mampu mengolah sampah organik menjadi kompos padat maupun pupuk cair. Diaz juga menekankan pentingnya pemeliharaan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) agar air buangan dapur tidak mencemari lingkungan.
Diaz juga meninjau langsung proses pengolahan bahan makanan, standar kebersihan, distribusi menu sehat, serta sistem pemilahan sampah. Ia mengingatkan pentingnya disiplin dari sumber.
“Kalau plastik tercampur dengan sisa makanan, kompos jadi rusak dan air lindi jadi berbahaya. Jadi mulai dari hal kecil, pisahkan organik dan anorganik, habiskan makanan, dan kurangi penggunaan plastik sekali pakai,” pesan dia.
Baca juga: BMKG Ingatkan Lagi Potensi Gempa Bumi Megathrust M8,8 di Pesisir Selatan DIY
SPPG Bandung diklaim menjadi model nyata integrasi gizi, kesehatan, dan lingkungan hidup. Kehadiran komposter dan IPAL tidak hanya mendukung penyediaan makanan sehat, tetapi juga menumbuhkan kesadaran ekologis di kalangan penerima manfaat.
“Krisis sampah di Bandung Raya memang nyata. Kami tidak bisa bekerja sendiri, harus Bersama pemerintah pusat, BGN, dan masyarakat. Pengelolaan sampah di dapur SPPG ini bisa menjadi contoh bagi pengelolaan sampah skala rumah tangga,” kata Walikota Bandung, Muhammad Farhan. [WLC02]







Discussion about this post