“Masyarakat yang berada di sekitar lokasi pelimbahan dapat diberi kompensasi,” imbuh Sucipta.
Baca Juga: Aktivitas Lempeng Laut Maluku Picu Gempa 6,4 Magnitudo di Kepulauan Talaud
Guru Besar Intitut Teknologi Bandung (ITB), Prof. Syafrizal mengatakan, Indonesia perlu belajar dari negara-negara yang sudah mengembangkan Borehole Disposal. Upaya tersebut untuk membuat komparasi, membuat matrik atau plus minus dari tiap-tiap metode.
“Tapi implikasi terakhir, kita harus melihat apakah sepadan dengan ongkosnya,” kata Syafrizal.
Seharusnya, Syafrizal menegaskan, tak perlu banyak berpikir terkait berapa biaya yang dibutuhkan untuk pengelolaan limbah nuklir. Lantaran yang terpenting adalah dibuat seaman mungkin. Sebab yang merasakan tidak hanya manusia yang hidup saat ini, melainkan juga anak cucu.
Baca Juga: Masa Lebaran, Menteri Siti Nurbaya Prediksi Lonjakan Sampah 49 Ton Lebih
“Sebab 30 tahun umur peluruhan yang perlu diperhatikan,” lanjut Syafrizal.
Hal-hal lain yang perlu diperhatikan menurut Yudi Utomo Imardjoko dari Universitas Gadjah Mada (UGM) adalah material kontainer Borehole Disposal. Bahwa kontainer yang digunakan tidak boleh bocor sehingga harus hati- hati. Apalagi kalau dipakai untuk bahan bakar nuklir bekas yang harus disimpan minimal 10.000 tahun.
“Kita harus punya kontainer yang tahan 10.000 tahun,” tandas Yudi. [WLC02]
Sumber: BRIN
Discussion about this post