Wanaloka.com – Presiden Joko Widodo mengatakann saat ini suhu udara di Indonesia lebih panas dari suhu normal. Selain itu, musim kemarau yang panjang juga berpotensi meningkatkan dan memperluas jumlah titik panas di sejumlah daerah.
Ia meyakini pengendalian karhutla saat ini lebih baik dibandingkan dengan karhutla 2015 lalu.
“Tetapi memang yang namanya kebakaran pasti ngeluarin asap. Dan asapnya kalau kena angin bisa kemana-mana,” lanjut Jokowi kepada awak media di Istora Senayan, Jakarta, pada 7 Oktober 2023.
Baca Juga: Penanganan Dampak Gempa Cianjur, BNPB Telah Gelontorkan Rp2 Triliun
Lantara itu pula, ia menyatakan telah menginstruksikan Panglima TNI Laksamana Yudo Margono, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, dan jajaran pemerintah daerah untuk segera menangani titik api yang muncul dalam upaya penanganan kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di Tanah Air.
“Segera menangani sekecil apapun itu titik api, sehingga tidak membesar,” kata Jokowi .
Data BMKG dan ASMC
Selain satelit Himawari dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) juga menggunakan The ASEAN Specialised Meteorological Centre (ASMC) sebagai sandingan untuk memantau citra peta sebaran asap. ASMC merupakan program kolaborasi regional antara negara-negara anggota ASEAN. ASMC diselenggarakan di bawah Layanan Meteorologi Singapura, National Environment Agency of Singapore. ASMC telah menjadi data rujukan yang digunakan seluruh anggota ASEAN.
Baca Juga: Lewat Radio, BMKG Sebarluaskan Peringatan Dini Bencana hingga Daerah 3T
“Indonesia menggunakan data ASMC dan Himawari BMKG untuk memonitor transboundary haze polution (polusi asap lintas batas) dan telah konsisten dilakukan sejak 2015 hingga saat ini,” tambah Laksmi.
Dalam konteks kerjasama Transbondary Haze Pollution, ASEAN telah membentuk ASEAN Coordinating Centre for Transboundary Haze Pollution Control (ACCTHPC) atau Pusat Koordinasi Pengendalian Pencemaran Asap Lintas Batas Tingkat Regional ASEAN. Pendirian ACCTHPC merupakan langkah awal menuju pengembangan sistem peringatan dini yang lebih inovatif, mobilisasi sumber daya yang efektif di kawasan, serta upaya yang lebih terkoordinasi antar negara anggota ASEAN.
Berdasarkan data Sipongi KLHK, luas areal yang terbakar sampai Agustus 2023 hanya sekitar 267 ribu hektare. Sementara total luas karhutla pada 2019 tercatat 1,6 juta ha dan pada tahun 2015 seluas 2,7 juta ha.
Baca Juga: AIS Forum Dukung Negara Kepulauan Terbitkan Obligasi Biru
Data tersebut menunjukkan penanganan karhutla di Indonesia dari tahun ke tahun disebut semakin baik melihat indikasi luas areal yang terbakar, jumlah hotspot dan data citra sebaran asap. Meskipun kondisi El-Nino 2023 yang lebih kuat daripada 2019 dan lebih rendah dibanding 2015.
Berdasarkan pantauan sejumlah satelit pada tahun 2015 dan 2023, jumlah hotspot juga terus menurun. Data satelit Terra/Aqua Nasa confident level lebih dari 80 persen jumlah hotspot tahun 2015 sebanyak 70.971 titik. Sementara pada 2023 sampai 7 Oktober 2023, pantauan Satelit Terra/Aqua (NASA) dengan confident level high hanya sebanyak 7.307 titik.
Dari data citra sebaran asap pantauan The ASEAN Specialised Meteorological Centre (ASMC) dan satelit Himawari dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), pada tahun 2015 sempat terjadi asap lintas batas selama 20 hari. Tahun 2019 diduga terjadi asap lintas batas, tetapi menurut pantauan BMKG tidak terjadi. Kemudian pada 2023 hingga pukul 10.00 WIB per tanggal 7 Oktober 2023 tidak terjadi asap lintas batas.
Baca Juga: Terekam Kamera, Badak Jawa Ujung Kulon Diduga Lahir Februari Lalu
“Memang ada terdeteksi asap di Sumatera Selatan, Jambi, Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah, tapi dengan arah angin Indonesia yang bertiup dari tenggara ke barat laut – utara. Kemungkinan tidak ada asap lintas negara,” kata Direktur Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim, Laksmi Dhewanthi saat media briefing di Jakarta pada 7 Oktober 2023.
Discussion about this post