Wanaloka.com – Gempa 3,2 skala richter terjadi pada tanggal 12 Oktober 2023 dini hari lalu. Pusat gempa di koordinat 6.75 Lintang Selatan dan 106.65 Bujur Timur, 23 kilometer Barat-daya kota Bogor, tepat di tengah lokasi instalasi Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Gunung Salak.
Gempa tersebut diduga telah dipicu aktivitas sumur-sumur geothermal yang dimiliki PLTP Gunung Salak dengan operator PT Indonesia Power dan kegiatan Star Energy Geothermal Salak, Ltd. Perusahaan tersebut terikat Kontrak Operasi Bersama (Joint Operation Contract) dengan PT Pertamina Geothermal Energy (PGE).
Atas kejadian gempa tersebut, warga lingkar tambang panas bumi dari Pulau Flores hingga Jawa Barat dan Banten, bersama jaringan organisasi masyarakat sipil mengirim surat terbuka kepada Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) di Jakarta. Mereka menuntut agar Kepala BMKG mengeluarkan peringatan bahaya ekstraksi panas bumi.
Baca Juga: Jabar Selatan Rawan Gempa, Badan Geologi: Gempa Garut Akibat Penujaman Sesar
Surat tersebut juga ditembuskan kepada pihak-pihak terkait, yakni Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) di Jakarta.
“Persoalan tersebut bukan hanya membongkar klaim ramah lingkungan yang selama ini dicitrakan tambang geothermal, sehingga dianggap solusi energi kotor dari batu bara dan energi fosil. Tapi juga menjadi penanda agar kita tidak menunggu bencana lanjutan,” tegas narahubung Hema Situmorang dari Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) melalui siaran pers tertanggal 17 Oktober 2023.
Wilayah Kerja Panas Bumi (WKP) Cibeureum Parabakti dengan PLTP Salak yang berlokasi di Parakansalak dan Sukatani, Kecamatan Parakansalak, Sukabumi, mencaplok lahan seluas 102.200 Ha. Wilayah tersebut berada di Kawasan Rawan Bencana (KRB) Gempa Tinggi dan KRB Menengah, serta melintasi tiga patahan gempa aktif.
Baca Juga: KLHK ke Jerman, Keluhkan UU Anti Deforestasi Uni Eropa yang Mengganjal SVLK
“Tidak ada jaminan hal serupa tidak kembali terjadi atau menyusul yang lebih parah,” imbuh Hema.
Lantas bagaimana dengan 361 sasaran mata bor tambang panas bumi dan 24 proyek PLTP di seluruh kepulauan Indonesia, yang berprospek di jalur rawan gempa vulkanik maupun tektonik dari Sumatra sampai Indonesia Timur?
Selama ini sejumlah bukti telah mereka kantongi. Seperti aktivitas ekstraksi dan pembangkit listrik panas bumi mengakibatkan gempa picuan dan persoalan ekologi sosial lainnya, seperti pencemaran air dan kebocoran gas H2S di lokasi pengeboran sumur Pad 28 milik PT Geo Dipa Energi di Dieng, Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah.
Baca Juga: Gempa Garut, BMKG: Gempa Dangkal Dipicu Aktivitas Lempeng Indo-Australia
Discussion about this post