“Artinya, secara waktu, perkiraan, siklus ini sudah relatif dekat dengan masa sekarang,” sebut Mudrik.
Namun, dia menegaskan penting untuk dipahami, ini hanya gambaran rentang waktu, bukan kepastian tentang kapan gempa akan benar-benar terjadi.
Baca juga: Rumah Produksi Garam dari Limbah Botol Plastik Atasi Dampak Perubahan Iklim di Pantura
Sesar Lembang bukan sekadar garis patahan di peta melainkan sistem geologi aktif yang keberadaannya dapat terlihat jelas di lapangan. Bukti pernah terjadi gempa bumi bermagnitudo 6,5–7 juga tampak dari hasil uji parit di kilometer 11,5.
“Pemahaman ilmiah ini sangat penting agar masyarakat lebih siap dan senantiasa waspada dalam menghadapi potensi bencana,” tegas Mudrik.
Naik hingga 40 cm
Salah satu lokasi yang menjadi bukti morfologi jalur sesar ini adalah Gunung Batu di Lembang yang berada tepat di kilometer 17 jalur sesar. Belakangan, muncul kabar bahwa Gunung Batu semakin meninggi.
Baca juga: Resolusi Aliansi di NTT Desak Pengesahan UU Masyarakat Adat dan Revisi Total UU Kehutanan
Menanggapi hal ini, Mudrik menjelaskan memang benar setiap kali terjadi gempa bumi, permukaan tanah di jalur sesar bisa mengalami pergeseran atau kenaikan.
“Gunung Batu bisa naik hingga 40 sentimeter dalam sekali kejadian gempa. Dan naik atau gesernya ini akan menghasilkan gempa bumi,” terang dia.
Di sisi lain, gempa-gempa kecil yang akhir-akhir ini tercatat di wilayah sekitar Bandung, terutama di segmen Cimeta dan di Sesar Kertasari, merupakan hal lumrah dalam sistem sesar aktif.
Baca juga: Wisata Arung Jeram Perlu Penguatan Keselamatan dan Keamanan
Fenomena ini bisa diartikan dua kemungkinan. Pertama, gempa kecil tersebut hanyalah pelepasan energi sesar dalam skala kecil yang kemudian berhenti begitu saja. Kedua, gempa kecil bisa saja menjadi bagian dari rangkaian proses yang suatu saat diikuti oleh gempa lebih besar.
“Hingga saat ini, ilmu kebumian belum mampu memprediksi dengan pasti skenario mana yang akan terjadi. Karena itulah, sikap paling bijak yang bisa dilakukan adalah tetap waspada dan menyiapkan langkah mitigasi sejak dini,” ujar Mudrik.
BRIN bersama BMKG, BPBD Jawa Barat, serta pemerintah daerah terus melakukan riset, pemetaan, dan edukasi publik mengenai Sesar Lembang. Tujuannya sederhana, bukan menciptakan kecemasan, melainkan mendorong kewaspadaan yang sehat.
Dengan riset berkelanjutan, kesiapsiagaan yang baik, dan pemahaman masyarakat yang semakin meningkat, Bandung dan juga Jawa Barat dapat menjadi wilayah yang lebih tangguh menghadapi bencana. [WLC02]
Sumber: BRIN
Discussion about this post