Di Kecamatan Kuta, Kabupaten Badung, SPPG yang dikelola Yayasan Abadhi Mandiri Pangan melayani distribusi sekitar 3.281 porsi makanan per hari untuk 4 Posyandu, 4 SD, 2 SMP, dan 1 SMA. Dalam pengelolaan lingkungan, sisa makanan dikumpulkan kembali untuk diserahkan kepada pihak ketiga sebagai pakan ternak, minyak jelantah dikelola melalui pengepul, dan sampah anorganik ditangani unit swakelola sampah desa.
SPPG Kuta menggunakan piring saji sebagai wadah makanan, pembatasan plastik sekali pakai, serta upaya mengurangi menu yang berpotensi menghasilkan sampah anorganik. Pusdal LH Bali mendorong komunikasi dan koordinasi lebih intensif untuk meningkatkan kualitas pengelolaan sampah di wilayah ini.
Sementara SPPG Desa Selat, Kabupaten Klungkung melayani 21 sekolah dan kelompok masyarakat, mencakup 10 SD, 1 SMP, 1 SMA, 9 TK, serta 187 balita, 22 ibu hamil, dan 40 ibu menyusui. Dalam aspek lingkungan, sisa makanan diolah menjadi pupuk organik dan pakan ternak, minyak jelantah dikelola oleh pengepul, dan sampah dipilah serta dikelola sesuai jadwal penjemputan desa. Pembatasan plastik sekali pakai juga menjadi langkah nyata yang diterapkan untuk menjaga keberlanjutan lingkungan.
Baca juga: Kematian Vian Ruma, Anggota DPR Ingatkan Perlindungan Aktivis Lingkungan
Kepala Pusdal LH Bali Nusa Tenggara, Ni Nyoman Santi menyampaikan penutupan TPA di Bali menjadi momentum penting untuk memperkuat kebijakan pengurangan sampah dari hulu. Gerakan Bali Sadar Sampah harus dimulai dari lingkup terkecil, yakni keluarga, sekolah, dan komunitas.
“Setiap individu memiliki peran dalam memilah dan mengelola sampah sejak dari sumbernya, agar Bali tidak hanya indah dipandang tetapi juga berkelanjutan bagi generasi mendatang,” kata Nyoman Santi.
SPPG Lembata
Di Kabupaten Lembata, Nusa Tenggara Timur (NTT), program MBG menjadi motor lahirnya praktik cerdas pengelolaan sampah yang sejalan dengan kebijakan KLH/BPLH.
Baca juga: Penyelamatan Badak Jawa-Sumatera Tak Hanya Konservasi Kawasan, Juga Konservasi Genetik
Kunjungan lapangan tim Pusdal LH Bali Nusa Tenggara Wilayah NTT ke SPPG di Yayasan Berkat Cinta Lembata memperlihatkan bagaimana penyajian makanan bergizi di sekolah dan posyandu dapat dirangkai dengan konsep ramah lingkungan. Hingga kini, SPPG sudah menjangkau 19 sekolah dan layanan kesehatan dengan total 3.459 penerima manfaat. Dua pusat layanan baru pun tengah dipersiapkan dan ditargetkan mulai beroperasi pada September 2025.
Meski menyajikan ribuan porsi makanan setiap hari, potensi sampah berhasil ditekan dengan strategi sederhana namun efektif. Rafia pengikat wadah makanan tidak langsung dibuang, tetapi dicuci untuk dipakai ulang. Sementara sisa makanan diolah menjadi pakan ternak dan pupuk organik, memberi nilai tambah bagi masyarakat lokal.
“Anak-anak sehat, lingkungan pun tetap lestari. Sampah organik jangan dianggap beban, tapi bisa menjadi berkah bila dikelola dengan benar,” ujar Hanif saat menegaskan arah kebijakan pengelolaan sampah nasional.
Baca juga: Fenomena Blood Moon 7-8 September 2025 adalah Salah Satu yang Terlama
SPPG Sayang-Sayang
Hasil pemantauan Pusdal LH Bali Nusa Tenggara Wilayah NTB, Nusa Tenggara Barat juga menunjukkan SPPG Sayang-Sayang telah melaksanakan pengelolaan sampah organic, baik melalui pemilahan, pencatatan, dan penimbangan rutin. Data yang dikumpulkan secara konsisten digunakan dasar evaluasi untuk menyesuaikan variasi menu makanan bergizi yang disajikan kepada penerima manfaat.
Praktik ini tidak hanya meningkatkan efektivitas program, tetapi juga mendukung prinsip pengelolaan lingkungan yang berbasis data. Sebagian sampah organik dimanfaatkan warga sekitar sebagai pakan ternak, sehingga mampu mengurangi potensi sampah terbuang dan menghadirkan manfaat ekonomi langsung bagi masyarakat.
Sementara pengelolaan sampah anorganik meski belum dicatat secara rutin karena jumlahnya relatif kecil, tetap dilakukan dengan prinsip tanggung jawab lingkungan. Sebagian kecil sampah dimanfaatkan langsung oleh karyawan, sementara sisanya diangkut setiap hari oleh petugas untuk dibawa ke Tempat Pemrosesan Akhir (TPA). [WLC02]
Sumber: Kementerian Lingkungan Hidup
Discussion about this post