Baca Juga: Fakultas Teknik UGM Sulap Batu Bara Jadi Asam Humat yang Suburkan Tanah
Ketiga, Perpres 78 mengatur masyarakat yang telah memenuhi kriteria akan mendapat santunan berupa uang dan/atau permukiman kembali. Sementara, berbeda dengan masyarakat umumnya, bahwa hubungan masyarakat adat terhadap tanahnya bukan hanya sekadar fisik dan ekonomi semata. Melainkan terdapat hubungan spiritual antara masyarakat adat dengan nenek moyang sebelumnya.
Keempat, Perpres 78 secara nyata bertentangan dengan amanat konstitusi Pasal 18B ayat (2) UUD NRI 1945 yang berbunyi: Negara mengakui dan menghormati kesaturan-kesatuan masyarakat hukum ada berserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat.
Juga Pasal 28H ayat (1) dan ayat (4) UUD 1945 yang menjamin: “Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan” dan “Setiap orang berhak mempunyai hak milik pribadi dan hak milik tersebut tidak boleh diambil alih secara sewenang-wenang oleh siapapun.”
Baca Juga: Cawapres Dukung Ekonomi Ekstraktif, Walhi: Gagal Perbaiki Kualitas Lingkungan Hidup
Kelima, berbagai aturan dalam sektor pemanfaatan sumber daya alam termasuk tanah harus sesuai dengan ketentuan Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 yang bertujuan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, bukan hanya untuk keuntungan segelintir orang atau kelompok saja.
Berbagai aturan yang berkaitan dengan pemanfaatan sumber daya alam yang tidak meimplementasikan aturan tersebut merupakan tindakan pengkhianatan terhadap konstitusi dan konsep green constitution.
Atas beberapa catatan di atas, PSHK FH UII merekomendasikan:
Baca Juga: Komisi VII DPR Minta Penghentian Sementara Operasional Smelter PT ITSS
Pertama, Presiden membatalkan Perpres Nomor 78 Tahun 2023. Sebab, selain akan menyebabkan ketidakpastian hukum, aturan ini dapat menjadi penyebab terjadinya konflik agraria lebih banyak lagi pada masa mendatang, sehingga semakin jauh dari cita-cita reforma agraria.
Kedua, DPR sebagai pembentuk peraturan perundang-undangan kembali membahas RUU Masyarakat Hukum Adat dan RUU Pertanahan agar terjamin kepastian hukum dan hak-hak masyarakat terhadap tanahnya. [WLC02]
Discussion about this post