Berdasarkan publikasi-publikasi yang ada diketahui sudah banyak pemanfaatan sampah plastik, antara lain untuk bahan bangunan seperti bata atau genting yang sudah komersial.
Baca Juga: Ini Poin-poin Revisi UU KSDAHE yang Disetujui Masuk Sidang Paripurna DPR
“Ini bisa menjadi peluang kami tanpa meng-copy paste, tetapi fokus dengan kebutuhan nyata di lapangan,” ucap dia.
Kerja sama ini bukan merupakan implementasi barang yang sudah siap pakai, melainkan masih berproses menjadi pilot project. Sebab ada berbagai uji yang harus dilakukan, sementara produk dibuat dan diimplementasikan di lapangan.
“Uji-uji lain terus dilakukan. Misalnya, apakah terjadi peluruhan berupa mikroplastik, bagaimana pengaruhnya terhadap biota, perubahan hidrologinya seperti apa, dan lain-lain,” papar dia.
Baca Juga: Banjir di Pohuwato Dua Ribu Lebih Warga Terdampak
Proyek itu akan digarap selama tiga tahun mulai 2024 hingga 2026. Harapannya akan menghasilkan satu teknologi yang lengkap.
Beberapa peneliti atau LSM juga sudah pernah membuat APO yang berasal dari kayu, bambu, ban bekas, dan beton berupa gorong-gorong yang disusun, sehingga dapat berfungsi meredam energi gelombang.
Namun, material kayu atau bambu tidak tahan lama karena kalah dengan biota laut. Dalam setahun sudah hancur. Meskipun secara ekologis atau lingkungan, material tersebut paling bagus, karena merupakan material alam. Dan secara hidrologis baik karena dapat melewatkan air dan menangkap sedimen dengan baik.
“Proses perangkapan sedimen ini yang diperlukan mangrove untuk bisa tumbuh,” kata Yaya.
Baca Juga: Ledakan Terjadi Lagi di Perusahaan Nikel di Morowali, Walhi Desak Penegakan Hukum
Ada juga APO dari beton. Kelebihannya, konstruksinya tahan hingga 10 tahun, sehingga mampu lebih banyak mereduksi kekuatan gelombang laut. Namun biaya pembangunannya sangat mahal dan kurang diminati karena menggunakan bahan semen.
Ketua Yayasan BAKAU-MU l Muhammad Nasir menambahkan tantangan dari proyek riset tersebut adalah pihaknya berhadapan langsung dengan masyarakat, juga mitra yang mendukung dan membiayai proses di lapangan.
“Jadi kami banyak bertanya dengan teman-teman di BRIN. Dengan berbagai macam hasil riset di lapangan, kami yakin untuk menyampaikannya ke mitra, pemerintah daerah, dan masyarakat,” kata Nasir. [WLC02]
Sumber: BRIN
Discussion about this post