Dirinya berharap, temuan ini menjadi bagian dari pengambilan kebijakan berbasis data ilmiah. Sehingga, mitigasi bencana dapat dilakukan secara lebih tepat, efektif, dan menyeluruh.
Tsunami di dekat Bandara YIA
Sebelumnya, lapisan-lapisan yang lebih muda sudah ditemukan di lokasi lain, seperti di Lebak dan Pangandaran. Keberadaan lapisan-lapisan itu menunjukkan kejadian tsunami besar kemungkinan telah berulang lebih dari sekali di wilayah tersebut.
Di Kulon Progo, lokasi posisi temuan berjarak hanya sekitar dua kilometer sebelah timur dari lokasi Bandara Internasional Yogyakarta (YIA). Sementara bandara juga memiliki jarak lebih dekat dengan bibir pantai sekitar 300 meter, namun tidak memiliki fasilitas penahan tsunami yang memadai.
Baca juga: Baiquni, Lima Pilar Mitigasi untuk Mengendalikan Risiko Pendakian Gunung
Berbeda halnya dengan Bandara Sendai di Jepang yang berjarak satu kilometer dari bibir pantai. Meskipun telah dilengkapi tanggul dan hutan buatan, tetap terdampak parah akibat tsunami raksasa Tohoku tahun 2011.
Seiring kehadiran bandara, kawasan di sekitarnya pun ikut berkembang pesat. Berbagai fasilitas seperti hotel, restoran, hingga destinasi wisata baru akan ikut bermunculan. Peningkatan aktivitas ini, meski memberikan dampak positif dari sisi ekonomi, juga secara tidak langsung menambah kerentanan wilayah terhadap potensi bencana.
Perkembangan yang berlangsung secara masif tanpa memperhitungkan risiko kebencanaan justru dapat memperbesar dampak bila terjadi peristiwa ekstrim seperti tsunami.
Baca juga: Wisatawan Gunung Rinjani Asal Belanda Jatuh di Kedalaman 20-30 Meter
“Melalui kajian kebencanaan ini, BRIN terus mendorong agar sains menjadi bagian tak terpisahkan dari proses perencanaan dan pembangunan, khususnya di wilayah rawan bencana,” tegas Purna.
Dengan kolaborasi antar pemangku kepentingan, hasil riset seperti ini diharapkan tidak berhenti sebagai dokumen ilmiah, melainkan menjadi pijakan nyata dalam mewujudkan pembangunan yang adaptif, aman, dan berkelanjutan.
Setiap pembangunan yang dilakukan tentu memiliki manfaat yang besar. Namun, dalam konteks wilayah rawan bencana, penting bagi semua pihak untuk bersama-sama membangun dengan kesadaran risiko dan berpijak pada data ilmiah. Di sinilah peran riset kebencanaan BRIN hadir. Riset paleotsunami menunjukkan bahwa masa lalu menyimpan pelajaran penting untuk menata masa depan yang lebih aman.
Baca juga: Bahaya Melepas Ular Peliharaan ke Alam, Sayangnya Belum Ada Aturannya
Terlebih, sebagai negara yang berada di jalur pertemuan tiga lempeng tektonik aktif dunia, Indonesia secara geologis dikenal sebagai wilayah yang rentan terhadap bencana, termasuk gempa bumi dan tsunami. Salah satu kawasan yang menyimpan potensi tersebut adalah pesisir selatan Jawa, yang kini berkembang sebagai pusat aktivitas ekonomi dan infrastruktur strategis.
“Dengan pesatnya pembangunan di wilayah ini, riset kebencanaan geologi menjadi semakin penting untuk memberikan informasi yang dapat digunakan sebagai dasar perencanaan dan mitigasi risiko. Salah satunya adalah melalui kajian paleotsunami,” kata dia. [WLC02]
Sumber: BRIN
Discussion about this post